by

Ditjenpas-AIDA Latih Petugas Pahami Perspektif Korban Terorisme

Jakarta, Media Kalbar

Seiring dengan meningkatnya ekstremisme berbasis kekerasan yang mengarah pada terorisme di Indonesia, Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjenpas) dan Aliansi Indonesia Damai (AIDA) bekerja sama melaksanakan “Pelatihan Penguatan Perkspektif Korban Terorisme bagi Petugas Lembaga Pemasyarakatan (Lapas)” pada Kamis (23/06). Bertempat Lapas Kelas I Cipinang, Jakarta, pelatihan diikuti oleh 35 peserta dari berbagai UPT Pemasyarakatan.

Kegiatan ini menghadirkan narasumber Ahli Jaringan Terorisme, Solahudin; Wali Narapidana Terorisme (Napiter) Lapas Kelas I Surabaya, Bambang Sugianto; mantan napiter, Mukhtar Khairi; serta dua penyintas terorisme, Nurman Permana dan Susi Afitriyani. Mereka berbagi pengalaman dampak buruk dan kerugian yang disebabkan oleh paham radikalisme dan ekstremisme kekerasan.

Kegiatan dibuka oleh Direktur Pembinaan Narapidana dan Latihan Kerja Produksi, Thurman Hutapea. Dalam sambutannya, Thurman menyampaikan bahwa berdasarkan Peraturan Menteri Nomor 35 Tahun 2018 tentang Penyelenggaraan Revitalisasi Pemasyarakatan, Ditjenpas diamanahkan dan dituntut untuk menyelenggarakan program pembinaan yang lebih baik. Hal ini dilaksanakan melalui pembinaan khusus bagi narapidana berisiko tinggi, termasuk napiter.

“Untuk menangani napiter, petugas Pemasyarakatan harus memiliki keterampilan khusus agar program pembinaan, deradikalisasi, dan persiapan menuju reintegrasi bisa berjalan dengan baik dan efektif dalam lingkungan yang aman dan tertib,” ungkap Thurman.

Menurut Thurman, hubungan yang efektif antara petugas dengan napiter akan berkontribusi secara signifikan terhadap keselamatan dan keamanan petugas, napiter, dan masyarakat, serta mendukung keberhasilan program pembinaan. “Hubungan yang baik juga dapat memfasilitasi terbangunnya ‘trust’ dan membantu meruntuhkan penghalang antara kita dengan mereka serta ketidakpercayaan dan kecurigaan terhadap aparat penegak hukum yang sering terlihat di antara napiter dengan pola pikir radikal atau ekstremis,” terangnya.

Terakhir, Thurman menyampaikan apresiasi kepada petugas Pemasyarakatan khususnya wali/petugas pembinaan napiter yang telah berhasil membangun hubungan positif ini di Lapas. “Berkat kinerja petugas, program pembinaan napiter dapat berhasil. Tak sedikit pula di antara mereka yang berikrar setia kepada NKRI,” tandasnya.

Sementara itu, Solahudin mengungkapkan bahwa pelatihan juga bertujuan untuk mencegah petugas Pemasyarakatan terpapar paham radikalisme. “Jika dianalogikan seperti virus COVID-19, yang paling rentan terpapar adalah tenaga kesehatan. Seperti itu juga di Lapas, sebagai orang yang paling sering bersentuhan dengan napiter, petugas Pemasyarakatan juga sangat rentan terpapar paham radikalisme. Untuk itu, mereka perlu dibekali dengan perspektif yang benar mengenai ekstremisme kekerasan,” jelasnya.

Turut hadir dalam kegiatan ini Direktur Umum AIDA, Hasibullah Satrawi dan Kepala Lapas Kelas I Cipinang, Tonny Nainggolan. (**/amd)

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

News Feed