Ketapang, Media Kalbar
Sebanyak 266 paket proyek pembangunan di Kabupaten Ketapang terancam tidak terbayarkan akibat dugaan kelalaian Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kabupaten Ketapang dalam proses penerbitan Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D). Hal ini disampaikan oleh A. Rahman, anggota Forum Komunikasi Pewarta Kepolisian Republik Indonesia (FKPK-RI) Korwil Kalimantan Barat.
Menurut Rahman, SP2D yang diterbitkan pada 31 Desember 2024 dikembalikan oleh pihak Bank Kalbar kepada BPKAD Kabupaten Ketapang. Akibatnya, pembayaran untuk proyek-proyek tersebut gagal dilakukan, menimbulkan kerugian besar bagi para kontraktor yang nilainya mencapai puluhan miliar rupiah.
Rahman menjelaskan, alasan utama tidak dicairkannya SP2D ini adalah karena tidak ada dasar hukum yang mengatur pencairan SP2D tahun anggaran 2024 pada tahun 2025. Hal ini disebabkan oleh berakhirnya tahun anggaran, sehingga pencairan hanya dapat dilakukan melalui mekanisme yuridis yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
“Pencairan hanya bisa dilakukan jika 266 paket tersebut dimasukkan ke dalam piutang daerah, kemudian dibahas dalam RAB APBD Perubahan Tahun 2025. Proses ini juga memerlukan penerbitan SP2D baru untuk tahun anggaran 2025,” jelas Rahman, Rabu (22/1).
Rahman juga menegaskan, jika ada pihak yang memaksakan pencairan dana sebelum melalui mekanisme yang benar, maka tindakan tersebut berpotensi melanggar hukum dan dapat dianggap sebagai tindak pidana korupsi.
“Karena proyek-proyek ini telah selesai 100% sesuai kontrak tahun 2024 dan bukan merupakan pekerjaan tahun jamak, maka aparat penegak hukum harus segera melakukan penyelidikan. Ini penting untuk mencegah kebocoran uang negara dan memastikan pertanggungjawaban pihak-pihak terkait,” tambahnya.
Rahman meminta agar pihak berwenang, termasuk kepolisian dan kejaksaan, segera turun tangan menyelidiki kasus ini. Langkah ini dinilai perlu untuk memastikan transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan daerah, serta melindungi hak-hak para kontraktor yang telah menyelesaikan pekerjaan mereka sesuai kontrak.
Kasus ini menjadi perhatian publik, mengingat nilai kerugian yang sangat besar dan potensi dampak hukum yang serius. Diharapkan pemerintah daerah segera mengambil langkah-langkah strategis untuk menyelesaikan masalah ini secara tuntas dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. (*/rusli)
Comment