by

Disharmoni Terbuka Gubernur Kalbar dan Wagub, Berpotensi Mengancam Percepatan Pembangunan Serta Daya Saing

Pontianak, Media Kalbar

Disharmoni terbuka antara Gubernur Kalbar H. Ria Norsan dan Wakil Gubernur (Wagub) Kalimantan Barat Krisantus Kurniawan terus menjadi sorotan publik.

Perselisihan dua pucuk pimpinan ini dinilai sebagai kondisi yang memprihatinkan dan menimbulkan kegelisahan kolektif di berbagai lapisan masyarakat.

Pengamat Hukum dan Kebijakan Publik Kalimantan Barat, Dr. Herman Hofi Munawar menilai ketegangan tersebut tidak hanya berdampak pada hubungan personal kedua pemimpin, tetapi juga berpotensi mengancam percepatan pembangunan dan peningkatan daya saing daerah.

“Secara postulat, sinergisitas antara Gubernur dan Wakil Gubernur adalah keniscayaan untuk menjamin keberlangsungan roda pemerintahan. Jika keharmonisan terganggu, hampir dapat dipastikan mekanisme birokrasi akan tersendat,” ujarnya, Senin, 8 Desember 2025

Ia mengingatkan, disharmoni di level puncak pemerintahan sangat mungkin memicu perpecahan di internal birokrasi. Jika kondisi ini dibiarkan, pelayanan publik akan terganggu, koordinasi pembangunan melambat, dan seluruh agenda strategis daerah berpotensi mandek.

Potensi Kalbar Terancam Tidak Optimal

Kalimantan Barat disebut memiliki potensi besar untuk tumbuh lebih cepat, baik di sektor ekonomi, sosial, maupun tata kelola pemerintahan. Namun, konflik di level pimpinan dinilai dapat mengganggu implementasi visi dan misi pembangunan yang telah dicanangkan.

“Perselisihan ini bukan hanya soal hubungan personal, tetapi menyangkut arah masa depan daerah. Ketegangan berkepanjangan bisa menciptakan polarisasi sosial yang mengancam stabilitas,” kata Herman.

Menurutnya, polarisasi yang menguat di masyarakat akan melumpuhkan konsolidasi pemerintahan dan membuka ruang bagi kelompok tertentu yang diuntungkan oleh kekacauan politik.

“Kalau dibiarkan, konflik ini hanya akan menguntungkan pihak-pihak yang tidak menghendaki kemajuan Kalbar,” ujarnya.

Masyarakat Diminta Menjadi Penjaga Perdamaian

Pengamat menegaskan, masyarakat perlu mengambil peran aktif sebagai peace maker untuk meredakan tensi politik antara Gubernur dan Wakil Gubernur. Energi publik, katanya, harus diarahkan untuk mendorong kedua pemimpin kembali fokus pada tugas dan kewajiban masing-masing.

Tokoh masyarakat, lembaga adat, dan media massa juga diminta memainkan peranan strategis untuk menjaga agar situasi tidak semakin liar.

“Media harus objektif, tokoh adat harus menjadi penyejuk, dan masyarakat harus menahan diri dari provokasi,” ujarnya.

Tanggung Jawab Kolektif Menjaga Kalbar

Mengakhiri pernyataannya, Pengamat Hukum dan Kebijakan Publik Kalbar mengingatkan bahwa seluruh warga memiliki tanggung jawab moral untuk menjaga harmoni sosial dan mendesak kedua pemimpin daerah segera menormalisasi hubungan.

“Kalimantan Barat terlalu berharga untuk dipertaruhkan oleh konflik elite. Yang dipertaruhkan bukan sekadar jabatan, tetapi masa depan daerah ini,” pungkasnya.

Terkait hal tersebut,  Gubernur Kalbar sebelumnya sudah menyampaikan bahwa komunikasi berjalan dengan baik bahkan sering bersama-sama termasuk saat Coffee Morning Pemprov Kalbar di Balai Petitih Kantor Gubernur belum lama ini.(*/Amad)

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

News Feed