Jakarta, Media Kalbar
Kejaksaan Agung sudah menetapkan 4 tersangka dalam kasus korupsi pemberian fasilitas ekspor crude palm oil atau CPO atau bahan baku minyak goreng. Mereka adalah Dirjen Luar Negeri Kemendag dan 3 tersangka dari perusahaan swasta.
Menanggapi hal tersebut, Ketua Umum Komite Pedagang Pasar (KPP) dan Gerakan Aspirasi Masyarakat dan Pedagang (GASMAP) Abdul Rosyid Arsyad, meminta Kejaksaan Agung bersama KPK dan kepolisian untuk segera mengusut tuntas, hingga akar-akarnya dalam perkara masalah kasus Minyak Goreng ini.
“Saya rasa Kejagung bersama KPK dan Polri harus mengusut tuntas yang bermain di masalah kasus Minyak Goreng ini, bongkar semua peran yang dilakukan menteri perdagangan bersama produsen dan distributor minyak goreng, di seluruh perusahaan swasta dan perusahaan BUMN, yang dilakukan dari hulu sampai hilir perdagangan minyak goreng di dalam negri dan luar negri, usut tuntas sampai akar-akarnya yang berperan terlibat dalam kasus minyak goreng, di perusahaan swasta dan perusahaan BUMN,”. Kata Rosyid Arsyad kepada Wartawan, Kamis (21/4).
Dia menjelaskan dirinya bersama pedagang dan masyarakat begitu kesal saat Jaksa Agung Burhanuddin, menetapkan tersangka dalam kasus minyak goreng yang mana dalam hal ini sudah menimbulkan kerugian terhadap negara, merusak perekonomian negara khususnya pedagang dan menyengsarakan masyarakat.
“Yang jelas kami akan bergerak bersama masyarakat dan pedagang mendukung Presiden Jokowi, kejagung, kapolri dan KPK untuk mengusut tuntas peran yang dilakukan kemendag dalam upaya perdagangan luar negri dan dalam negri, bersama produsen dan distributor dari perusahaan swasta dan perusahaan milik negara BUMN,” jelasnya.
Bahkan dia menegaskan jika ditemukan lagi adanya permainan antara pejabat Kemendag dengan pihak perusahaan Swasta dan pejabat di perusahaan BUMN, maka Presiden harusnya tak ragu untuk segera mencopot Mendag dan pejabat-pejabat yang terlibat dan ketegasan secara hukum perorangan dan koorporasi yang terlibat memainkan stok dan harga minyak goreng, yang menyengsarakan perekonomian rakyat dan sudah membuat adanya gejolak ekonomi dan politik Indonesia.
“Harus tegas copot jabatannya, negara tidak boleh kalah oleh perusahaan swasta, negara harus basmi mafia minyak goreng dan harus tegas secara hukum kesemuanya, baik secara perorangan dan korporasi, karena sudah buat langka minyak goreng dan sudah melambung tinggi harga minyak goreng, jadi efeknya ada gejolak ekonomi dan politik Indonesia, kami jaga dan kawal pak Jokowi,” tutupnya.
Diketahui sebelumnya Jaksa Agung Burhanudin mengungkap peran Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan (Dirjen Daglu Kemendag) inisial IWW yang baru saja ditetapkan sebagai tersangka.
Burhanuddin menyebut tersangka IWW berperan menerbitkan persetujuan ekspor CPO dan produk turunannya kepada eksportir yang seharusnya ditolak izinnya karena tidak memenuhi syarat, yaitu telah mendistribusikan CPO dan RBD palm oil tidak sesuai dengan harga penjualan dalam negeri atau DPO, tidak mendistribusikan CPO dan RBD ke dalam negeri sebagaimana kewajiban di dalam DMO, yaitu 20 persen dari total ekspor.
“Adanya permufakatan antara pemohon dan pemberi izin dalam proses penerbitan persetujuan ekspor,” kata Burhanuddin dalam konferensi pers virtual, Selasa (19/4/2022).
Sementara itu, Kejagung juga menetapkan tiga tersangka swasta dalam kasus ini. Mereka adalah Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia berinisial MPT, Senior Manager Corporate Affair Permata Hijau Group (PHG) berinisial SMA, dan General Manager di Bagian General Affair PT Musim MAS berinisial PTS.
Masing-masing tersangka swasta tersebut juga rutin berkomunikasi intens dengan tersangka Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kemendag berinisial IWW, terkait penerbitan izin persetujuan ekspor (PE) di perusahaannya masing-masing. Selain itu, para tersangka mengajukan permohonan izin persetujuan ekspor minyak goreng dengan tidak memenuhi syarat distribusi kebutuhan dalam negeri (DMO)
“Ketiga tersangka tersebut telah berkomunikasi secara intens dengan Tersangka IWW sehingga PT Permata Hijau Group, PT Wilmar Nabati, PT Musim Mas, PT Multimas Nabati Asahan untuk mendapatkan persetujuan ekspor padahal perusahaan perusahaan tersebut bukan lah perusahaan yang berhak untuk mendapatkan persetujuan ekspor, karena sebagai perusahaan yang telah mendistribusikan CPO atau RDB Palm Oil tidak sesuai dengan harga penjualan dalam negeri atau DPO,” ujarnya. (**/amad)
Comment