Jakarta, Media Kalbar
Jelang peringatan Kemerdekaan Republik Indonesia ke-78, mantan juru bicara FPI (Front Pembela Islam), Munarman ucapkan ikrar setia terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) kelas IIA Salemba, Selasa (8/8).
Selama berada di Lapas Salemba, Munarman yang dipidana selama 3 tahun akibat terlibat kasus terorisme dinilai kooperatif dan mengikuti semua kegiatan pembinaan yang ada di lapas salemba.
“Selama berada di Lapas yang bersangkutan aktif mengikuti semua kegiatan pembinaan dan menyatakan secara terbuka siap bekerjasama dalam hal pembinaan termasuk mengikuti program deradikalisasi,” ujar Yosafat Rizanto, Kepala Lapas Kelas IIA Salemba.
Ia juga menerangkan bahwa Ikrar setia NKRI merupakan keberhasilan proses deradikalisasi di dalam lapas dan bentuk kesungguhan tekad dan semangat narapidana teroris untuk kembali pada ideologi Pancasila membangun kehidupan berbangsa dan bernegara dalam bingkai NKRI.
Direktur Pembinaan Narapidana dan Latihan Kerja Produksi Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (DitjenPAS), Erwedi Supriyatno memberi apresiasi kepada jajaran Lapas Salemba dan semua pihak yang terlibat atas keberhasilan pembinaan dan program deradikalisasi narapidana terorisme dalam lapas.
“Ini sebuah prestasi. Sampai hari ini, jumlah narapidana terorisme yang telah menyatakan ikrar setia kepada NKRI sebanyak 168 orang atau telah mencapai 336% dari target kinerja Direktorat Jenderal Pemasyarakatan pada tahun 2023,” tuturnya.
Ia berharap ikrar setia yang telah diucapkan Narapidana teroris atas nama Munarman menjadi awal kebangkitan seorang warga binaan menjadi anggota masyarakat yang memiliki kesadaran terhadap hak dan kewajiban baik sebagai individu, masyarakat, dan sebagai warga negara.
“Dengan pernyataan ikrar setia kepada NKRI ini, berarti saudara Munarman telah siap untuk mencintai NKRI dan bersama-sama menjaga Pancasila dengan menghargai perbedaan yang ada dan memahami bahwa Pancasila bukan semata-mata hanya berkedudukan sebagai Dasar Negara Republik Indonesia tetapi juga sebagai Ideologi Nasional,” sambungnya.
Sementara itu, Munarman menyatakan Proses pembinaan narapidana terorisme atau program deradikalisasi di Lapas Salemba tidak semata-mata menjadikan narapidana sebagai objek pembinaan tetapi juga sebagai subjek yang diikutsertakan dalam kegiatan pembinaan itu sendiri.
“Peran pamong, atau wali narapidana teroris di Lapas menjadi sangat penting untuk menggali minat, kecendrungan hingga keaktivan warga binaan laksanakan seluruh kegiatan positif di dalam Lapas. Tidak melulu dicekoki oleh pembinaan tetapi diikutsertakan untuk merancang pembinaan menjadi lebih efektif,” terang Munarman.
Ia menghaturkan terimakasih atas peran semua pihak yang terlibat, diantaranya koordinasi antara Lapas, BNPT, Densus hingga Kementerian Agama dan masyarakat untuk hasilkan proses pembinaan deradikalisasi yang baik.
“Pesan untuk kita semua dan orang-orang yang masih beridiologi keras di luar sana dalah, kita harus memperbanyak literasi, memperluas wawasan, memperlebar spectrum cara pandang agar tidak terjebak dengan ideologi tertentu. Open mind sehingga dapat menerima perbedaan lebih luas,” pungkasnya. (**/mk)
Comment