Pontianak, Media Kalbar
Proyek pembangunan jembatan di ruas Jalan Sungai Pinyuh – Batas Kota Pontianak senilai Rp 16.044.405.874,00 dari APBN 2024, tengah diselimuti misteri. Hingga Maret 2025, jembatan yang seharusnya telah berdiri megah di Kabupaten Mempawah ini masih jauh dari selesai. Upaya untuk mengungkap penyebab keterlambatan proyek ini justru menemui berbagai kendala, menimbulkan kecurigaan akan adanya penyimpangan.
Tim investigasi media ini mencoba menghubungi Kepala Satuan Kerja (Kasatker) BPJN Kalimantan Barat Wilayah 1, Irwan Chandra Nirwana, melalui pesan WhatsApp. Respons yang diterima sangat singkat: “Waalaikumsalam… Maaf bang, Senin aja coba datang konfirmasi ke kantor ya… Kebetulan saya sudah dipindahkan keluar Kalbar bang… Ya awalnya pada masa saya bang… PPK-nya klo ga salah masih sama bang… Klo yang belum selesai kan masih dalam masa denda bang kerjanya…”
Upaya konfirmasi kepada Pejabat Pelaksana Kegiatan (PPK) 1.2 Provinsi Kalimantan Barat, Sopian S.T., juga mengalami kegagalan. Sopian S.T. tidak hanya mengabaikan pesan WhatsApp, tetapi juga memblokir nomor tim media. Kunjungan langsung ke kantor BPJN di Jalan Veteran pada Senin (10/03/2025) juga nihil. Security kantor menyatakan Sopian S.T. telah pindah kantor, namun tidak mengetahui lokasi barunya. Hal ini menimbulkan kecurigaan adanya upaya penghindaran dari pihak-pihak terkait.
Ketiadaan papan informasi proyek dilapangan semakin memperkuat dugaan kurangnya transparansi. Proyek yang dikerjakan PT. Anugrah Putra Indotama dengan pengawasan PT. Laras Sembada (Kontrak No: 06/PKS/Bb20.5.2/2024) ini seharusnya rampung pada akhir 2024. Namun, keterlambatan ini bukan hanya soal waktu, tetapi juga menimbulkan pertanyaan besar tentang kualitas pekerjaan dan potensi kerugian negara.
Ketua DPW Bain Ham RI Kalbar, Syafriudin, menyatakan keprihatinannya dan mendesak aparat penegak hukum (APH) untuk segera menyelidiki dugaan penyimpangan ini. Beliau juga meminta Kementerian PUPR, Direktorat Jenderal Bina Marga, Balai Pelaksanaan Jalan Nasional Kalimantan Barat, dan Satuan Kerja Pelaksanaan Jalan Nasional Wilayah I Provinsi Kalimantan Barat untuk bertanggung jawab atas kegagalan pengawasan dan kurangnya transparansi dalam proyek ini. Ketidakjelasan ini telah melanggar UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik dan menimbulkan kerugian bagi masyarakat.Lanjut Syafrudin
Keterlambatan proyek ini tidak hanya menimbulkan kerugian materiil, tetapi juga berdampak pada kehidupan sosial masyarakat sekitar. Jalan alternatif yang sempit dan rusak membuat aksesibilitas masyarakat terganggu, khususnya bagi warga yang beraktivitas di sekitar lokasi proyek. Para pedagang kecil juga mengeluhkan penurunan pendapatan akibat pembangunan yang tak kunjung selesai.
Seorang masyarakat setempat,yang engan menyebutkan namanya, menyatakan kekecewaannya terhadap lambannya pembangunan jembatan tersebut. “Kami sudah lama menantikan selesainya jembatan ini, karena sangat dibutuhkan untuk memperlancar akses dan perekonomian masyarakat,” ujarnya.
Ia juga mendesak pemerintah untuk segera menyelesaikan proyek ini dan memberikan penjelasan yang transparan kepada masyarakat. (*/mk)
Comment