Pontianak, Media Kalbar
Proyek Jembatan Rangka Baja di Kecamatan Jelai Hulu, Kabupaten Ketapang, sumber dana dari APBD senilai Rp9.028.217.000,00 mangkrak total.
Berdasarkan informasi Proyek yang ditangani oleh CV. “AP”, kondisi proyek sangat memprihatinkan terlihat jelas reruntuhan besi berkarat dan berumut, mengekspos skandal korupsi yang tak terelakkan dan menjerat pejabat serta kontraktor dengan dugaan pidana berat. Ajaibnya proyek ini telah mengalami tiga kali addendum.
“Terkait dengan terjadinya Addendum hingga tiga kali secara hukum sah-sah saja, jika memenuhi persyaratan sebagaimana di isyaraktkan dalam Perpres No. 12/2021, yakni didukung alasan teknis, persetujuan resmi, dan didukung oleh dokumen teknis, persetujuan resmi, dan atau telah terjadi force majeure maka addendum tersebut sah sebagaimana diisyaratkan dalam Perpres No. 12/2021 sebagai alasan perlunya dilakukan adendum.
Namun, dalam kontek proyek jembatan ini, dengan dengan memperhatikan berbagai bukti mangkraknya proyek ini, maka kemungkinan besar addendum tersebut tidak sah. Bahkan sebaliknya teindikasi kuat adanya perbuatan melawan, dalam bentuk korupsi dan atau penyalahgunaan wewenang.” Ungkap Pengamat dan praktisi Hukum Kalbar Dr. Herman Hofi Munawar di Pontianak, Selasa (15/7).
Terkait Hal itu Dikatakannya, Tentu saja hal ini memerlukan penyelidikan mendalam oleh Krimsus Polda Kalbar yang telah menangani kasus ini. Krimsus Polda Kalbar tentu akan menuntaskan persoalan ini secara serius. Dan profesional sesuai dengan peraturan perundang-undangan, termasuk untuk memverifikasi dan niat di balik terjadi nya tiga kali addendum.
“Kasuss ini sudah cukup lama belum ada tanda-tanda progress penegakan hukum yang bearti. Tentu saja public akan terus mengawal penegakan hukum atas proyek siluman ini. Mengingat proyek ini sangat bermakna bagi masyarakt Jelai hulu khsusuanya.” Ujarnya.
Publik menunggu pernyataan resmi dari Polda Kalbar terkait persoalan ini guna memberikan keyakinan pada masyarakat bahwa persoalan ini akan segera di tuntaskan dan adanya keseriusan dalakm Penanganan kasus proyek mangkrak ini.
Disampaikannya bahwa Persoalan penegakan hukum ini tidak hanya untuk memulihkan kerugian negara, tetapi juga untuk memberikan efek jera dan meningkatkan akuntabilitas dalam pengelolaan proyek-proyek pemerintah di masa mendatang. “Apalagi Proyek mangkrak yang berkepanjangan tanpa ada itikad baik untuk menyelesaikannya bisa mengindikasikan adanya masalah serius, mulai dari inefisiensi pengelolaan, kelalaian, hingga potensi tindak pidana korupsi. Potensi Tindak Pidana Korupsi (UU No. 31 Tahun 1999): Jika ada indikasi manipulasi data, penyalahgunaan anggaran, mark-up harga, atau praktik gratifikasi dalam proyek mangkrak, maka kasus ini dapat masuk ke ranah pidana korupsi.” Jelasnya.
Pengamat publik ini mengatakan bahwa Proyek ini mati suri sejak Desember 2024, keberadaan proyek ini sangat dekat dengan kantor kecamatan, Mapolsek, dan Koramil. Diduga kuat telah terjadi Addendum fiktif, penyalahgunaan wewenang dan korupsi, dengan kerugian negara puluhan miliar.
Dampak mangkrak proyek ini luar biasa akses desa putus, anak-anak nyaris tenggelam menyeberang sungai, dan Rp9 miliar Duit rakyat lenyap. “Masyarakat menuntut segera dilakukan penangkapan terhadap pihak-pihak yang terlibat langsung dan tidak langsung (turut serta) dan pengembalian dana rakyat.” Pungkasnya. (*/Amad)











Comment