by

PT. MKM Desak PT. Mekko Metal Mining Segera Lunasi Utang

PONTIANAK, MEDIA KALBAR

PT Masa Kini Maju (MKM) mendesak manajemen PT Mekko Metal Mining untuk segera melunasi utangnya. Perkara utang piutang yang membelit dua perusahaan ini sudah berlangsung selama lebih dari satu dekade dan tak kunjung selesai.

Kasus ini bermula di tahun 2013. Saat itu, PT MKM menjalin hubungan kerja sama dengan PT Mekko dengan kontrak SPK Nomor 109/SPK/M3/XI/2013 tanggal 14 November 2013. PT MKM menangani pekerjaan pengangkutan bauksit milik PT Mekko Metal Mining di Desa Pak Mayam, Kecamatan Ngabang, Kabupaten Landak, Kalimantan Barat.

Seiring waktu berjalan, PT MKM pun melakukan proses pengangkutan bauksit dalam jarak pendek dan jauh. Sesuai kesepakatan, MKM beroperasi di Stockpile Moncong Putih atau stockpile sementara di mana saat itu telah mengangkut sebanyak 7.800 ton dengan jarak berkisar 10 kilometer.

MKM juga beroperasi di dalam stockpile washing plant sebanyak 25.000 ton berjarak 200 meter dari pencucian sampai ke stockpile. Selanjutnya, pengangkutan diteruskan ke tepi sungai tujuan sebanyak 150 ton.

Jadi total sebanyak 33.150 ton yang sudah dikerjakan dengan dump truck ban 10 dan excavator yang telah disiapkan dengan cara sewa. MKM juga menyiapkan BBM secara mandiri.

Sayangnya, semua pekerjaan itu tidak dibayar oleh PT Mekko Metal Mining hingga kini. Oleh manajemen PT Mekko, pekerjaan dihentikan lantaran adanya kebijakan baru yang dikeluarkan pemerintah di bidang pertambangan.

Padahal, PT MKM sudah menjalankan tugasnya sesuai kontrak. Selain tugas angkutan, MKM juga sudah melakukan perawatan jalan houling MEKKO dengan jarak 11 kilometer yang dilalui alat kerja sehari hari. Alat berat seperti excavator, gleader, vibro, selalu disiapkan, termasuk BBM solar.

Begitu pula dengan sosialisasi ke masyarakat, MKM juga sudah melakukannya. Sosialisasi pembinaan masyarakat di desa-desa sekitar lokasi pertambangan dengan para ketua atau sesepuh adat, kepala desa, dan tokoh masyarakat dengan memberikan program CSR. Termasuk kompensasi jalan kampung yang dilalui kendaraan juga dilakukan penyiraman jalan secara berkala.

Dalam kontrak SPK, nilai yang dibayarkan untuk seluruh item pekerjaan di atas mencapai Rp. 2.486.250.000. Nilai itulah yang belum terbayarkan oleh PT Mekko kepada PT MKM sebagai pelaksana kontrak.

Hal inilah yang membuat hari-hari Teja Surya menjadi suram. Teja adalah Direktur Utama PT MKM saat itu. Dirinya menjalankan perusahaan keluarga dengan modal pinjaman bank dan invoice bulanan.

“ Bahan bakar solar yang saya gunakan untuk operasional MKM akan dibayar setelah penggunaan. Solar itu pun bukan cuma MKM yang gunakan. Pihak Mekko dan kontraktor lain juga turut menggunakannya untuk kepentingan mesin genset dan washing plant. Padahal itu solar utang yang akan dibayar setelah PT Mekko membayar,” kata Teja Surya dalam keterangan pers di Pontianak, Rabu (15/1/2025).

Menurut Teja, saat pekerjaan distop karena adanya aturan baru pemerintah, dirinya telah menanggung utang yang tidak sedikit jumlahnya. Begitu pula dengan karyawan yang bekerja, perlu digaji. Puncaknya di tahun 2014. Teja mulai dikejar-kejar orang, ditagih sampai semua harta keluarga, rumah, tanah, dijual untuk membayar. Itu pun belum cukup.

Saat ini Teja hidup di sebuah rumah kecil kontrakan tanpa ada penghasilan tetap. Kondisi tubuhnya sakit-sakitan dikarenakan pada saat tidak mampu membayar utang minyak solar, dia mengaku diculik, disekap, disetrum, dan dipukul dengan tongkat kayu oleh sekelompok orang yang melibatkan oknum anggota TNI.

“ Pada saat itulah tanah mertua seluas tujuh hektar saya gunakan untuk bayar utang. Saya masuk rumah sakit selama 10 hari,” kenang Teja.

Angin segar datang di tahun 2023. PT Mekko memanggil tiga kontraktor, termasuk PT MKM untuk menyelesaikan tagihan pelaksanaan kontrak kerja dari tahun 2013 tersebut.
” Saya hadir dan menyaksikan bahwa dua kontraktor yang bekerja di PT Mekko telah dibayar. Anehnya, hak kami dari PT MKM belum dipenuhi sama sekali. Malah hanya diberikan janji-janji,” kesal Teja.

Sekarang, kata Teja, dirinya dan keluarga hidup berpindah-pindah. Kadang tidak mampu membayar rumah kontrakan. Anak-anak tidak lagi sekolah. Kehidupan dan kebutuhan dasar tidak terpenuhi dengan baik.

“ Saya sudah tidak mampu lagi bekerja keras karena sakit yang saya alami. Semua ini saya alami karena utang-utang yang banyak untuk modal kerja saat itu,” tutupya. (Martin)

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

News Feed