Pontianak, Media Kalbar
Bahwa dalil Pemohon Kasasi yang menyatakan adanya kerugian keuangan negara akibat perbuatan Direksi PT Bank Kalbar bersama pihak ketiga dalam transaksi jual beli tanah adalah konstruksi hukum yang keliru serta tidak sejalan dengan sistem hukum yang berlaku.
Hal tersebut disampaikan oleh Praktisi Hukum Kalbar, Lipi, SH., terkait persoalan dugaan korupsi pengadaan tanah Bank Kalbar tahun 2015, dimana salah satu terdakwa Paulus Andy Mursalim diputuskan bebas murni oleh Pengadilan Tinggi Pontianak, kemudian pihak Kejati Kalbar mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung.
Disampaikan Lipi lebih lanjut, Bahwa menurut Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN, setiap penyertaan modal pemerintah yang telah dipisahkan ke dalam suatu perseroan terbatas bukan lagi merupakan bagian dari keuangan negara, melainkan telah berubah status menjadi kekayaan perseroan. Ketentuan ini ditegaskan kembali dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, yang menyatakan bahwa perseroan adalah subjek hukum yang berdiri sendiri dan terpisah dari pemegang sahamnya, termasuk dari pemerintah daerah sebagai pemegang saham mayoritas di PT Bank Kalbar.
“Mahkamah Konstitusi melalui Putusan Nomor 62/PUU-XI/2013 dan Putusan Nomor 48/PUU-XI/2013 telah memberikan penafsiran yang bersifat final and binding, yaitu penyertaan modal negara yang telah dipisahkan ke dalam BUMN/BUMD berubah status menjadi kekayaan privat perseroan. Dengan demikian, kerugian yang timbul dari aktivitas perseroan tidak dapat serta-merta dikualifikasikan sebagai kerugian negara, melainkan sebagai corporate loss.” ungkapnya.
Selain itu menurut Lipi, yurisprudensi Mahkamah Agung pun konsisten sejalan dengan hal ini. Misalnya, dalam Putusan No. 2239 K/Pid.Sus/2012 (Perkara PT Adhi Karya) dan Putusan No. 21 K/Pid.Sus/2009 (Perkara PLN), Mahkamah menyatakan bahwa kerugian BUMN berbentuk perseroan terbatas bukanlah kerugian negara, kecuali dapat dibuktikan secara nyata adanya kerugian langsung pada keuangan negara sebagai pemegang saham. “Dengan kata lain, corporate loss tidak otomatis sama dengan state loss,” ujarnya.
Dalam konteks PT Bank Kalbar, modal yang ditanamkan oleh Pemerintah Provinsi maupun Pemerintah Kabupaten/Kota di Kalimantan Barat telah berubah menjadi saham perseroan. Apabila kemudian Direksi melakukan perbuatan melawan hukum dalam transaksi jual beli tanah, akibat hukumnya adalah timbulnya kerugian perseroan, bukan kerugian negara. Negara/daerah hanya dapat dikatakan dirugikan jika dapat dibuktikan secara konkret adanya penurunan nilai saham atau berkurangnya dividen yang seharusnya diterima sebagai pemegang saham. “Namun dalil demikian sama sekali tidak diuraikan oleh Pemohon Kasasi,” tandasnya.
Dengan demikian, disampaikan Lipi, unsur kerugian keuangan negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal 3 UU Tipikor tidak terbukti secara sah menurut hukum dalam perkara ini. “Dalil Pemohon Kasasi yang memaksakan adanya kerugian negara hanyalah bentuk kriminalisasi yang mengaburkan perbedaan mendasar antara corporate loss dengan state loss,” katanya.
“Oleh karena itu, dalil Pemohon Kasasi terkait kerugian negara patut dinyatakan tidak berdasar, kabur, dan harus ditolak seluruhnya,” pungkas Lipi, SH. (Amad)











Comment