Pontianak, Media Kalbar
Kasus UPPKB (Unit Pelaksana Penimbangan Kendaraan Bermotor) Siantan Tahap IV Tahun Anggaran 2021 dengan Nomor Perkara (73/Pid.Sus-TPK/2024/PN) telah memasuki tahap akhir persidangan pada Kamis, 27 Febuari 2025 kemarin.
Kepala Badan Lembaga Investigasi Badan Advokasi Penyelamat Aset Negara Republik Indonesia Provinsi Kalimantan Barat , Stevanus Febyan Babaro menanggapi dan memberikan keterangan Pers terhadap putusan pengadilan tersebut.
Febyan mengatakan bahwa putusan tersebut terdapat banyak kejanggalan dan ketidaksesuaian fakta hukum maupun penerapan dasar hukumnya, hingga mengatakan bahwa telah terbukti terdakwa MCO adalah target dan korban pemerasan sejak awal.
“Memang sejak awal MCO ini menjadi target untuk di peras dibuktikan dengan kronologis awal Mantan Kajari Pontianak (YSK) memberikan jumlah PKN (Perkiraan Kerugian Negara) kepada MCO dengan sekedar tulis tangan di selembar kertas disampaikan melalui whatsapp, lalu beberapa bulan kemudian baru di kondisikan untuk hitung secara formalitas oleh seorang Auditor Internal Kejaksaan dan terungkap di persidangan, karena itu hakim menilai bahwa dalam putusan / dakwaan primair terdakwa MCO secara sah dan meyakinkan tidak terbukti bersalah, untuk itu hakim memerintahkan bahwa Uang titipan 2,4 m itu harus dikembalikan kepada MCO.” ungkap Febyan, Sabtu (1/2).
Febyan menegaskan bahwa pihaknya menghargai putusan hakim namun juga akan tetap melakukan upaya banding untuk memperjuangkan seluruhnya hak-hak MCO dari keadilan yang belum berdiri tegak.
“Kami sangat menghormati putusan hakim namun kami juga pastinya akan ajukan banding mengenai dakwaan subsidair putusan Pidana 2 Tahun, dimana kami merasa sangat tidak adil dikarenakan harusnya vrijspraak (Putus Bebas), kenapa? ya karena MCO terbukti secara sah dan meyakinkan tidak bersalah dalam dakwaan primair, Itu juga sebabnya hakim memutuskan uang titipan itu harus dikembalikan penuh karena Hakim menimbang, bahwa mengingat dalam perkara ini terdakwa MCO terbukti tidak memperoleh kekayaan atau harta benda, (tidak ditemukan aliran dana dan tidak menikmati) dari hasil dugaan korupsi tersebut” tegas Febyan.
Febyan juga menambahkan bahwa terdakwa mco harusnya di putus bebas (vrijspraak) karena berdasarkan fakta dan peristiwa yang terungkap di persidangan bahwa seharusnya atasan terdakwa MCO lah sebagai Kepala Balai / KPA (Kuasa Pengguna Anggaran) yang bertanggung jawab penuh terhadap maslaah ini,
“Didalam dakwaan Subsidair terdakwa MCO di anggap terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “Korupsi secara bersama-sama” / Turut Serta” Ya ini kan anggapannya karena wewenangnya MCO dia di anggap membantu terdakwa UAN dalam hal kapasitas / wewenangnya, tapi kenapa Kepala Balainya / KPA (Kuasa Pengguna Anggaran) (S) yang juga terungkap di persidangan tidak dijadikan tersangka? Lucu sekali anak buah yang jelas terbukti tidak menerima aliran dana malah kena, sedangkan atasan yang menerima aliran dana dan terungkap di persidangan malah tidak tersentuh, ada apa??? Tanya Febyan.
Hakim tiba-tiba berubah,
“Awalnya hakim menunjukan objektivitasnya, terekam di persidangan ke 13 (13/01/25) dimana hakim dengan kritis mencecar Saksi Ahli (Audior Internal Kejaksaan) yang mempertanyakan Kompetensi Absolut Saudara (HR) dalam kapasitasnya menghitung kerugian negara,
namun anehnya majelis hakim malah justru mengabulkan tuntuan jaksa dengan mengunakan dasar perhitungan dari saudara (HR) Saksi Ahli dengan dalil “menghitung sendiri”, berarti memang BPK gak ada gunanya lagi sekarang ya, semua sudah jago menghitung” tegas Febyan.
Lebih lanjut, Febyan mencurigai sikap-sikap hakim yang berubah menurutnya diduga karena beberapa hal yang terjadi atau disiasati pihak-pihak lain agar putusan ini sesuai dengan tuntutan jaksa, walau fakta-fakta dipersidangan terungkap sangat banyak ketidaksesuaian.
“Ada yang janggal dengan sikap hakim akhir-akhir ini, terutama setelah ketua majelis hakim perkara ini di periksa terhadap kasus lain, tapi pada logikanya ketika hakim memutuskan mengembalikan uang titipan PKN (Perkiraan Kerugian Negara) 2,4 m itu kepada saudara MCO artinya Saudara MCO secara sah dan meyakinkan tidak terbukti menyebabkan kerugian negara, tapi kenapa juga di dakwaan subsidairnya dia dipidana 2 Tahun? Hakim takut memutus bebas (vrijspraak) sesuai fakta persidangan karena banyak putusan bebas akhir-akhir ini yang viral di seluruh indonesia (tersandera isu) atau karena tersandera kasus lain sehingga harus memenuhi tuntutan jaksa??? tapi wajarlah jaksa kekeh, karna kalau putus bebas (vrijspraak) terbukti kan dugaan awal kami mengenai PERADILAN SESAT itu terjadi” Tutup Febyan. (*/Amad)
Comment