Oleh: Mustafa, S.Ag., M. Pd.*)
“Dorrr…”
Desingnya bergema. Selongsong peluru meloncat ke udara, menandai perlombaan lari dengan jarak tempuh tiga puluh kilometer dimulai. Jutaan, bahkan milyaran peserta yang berada di belakang garis “start” mulai berlari. Para peserta beragam; lelaki dan perempuan, tua, muda, bahkan ada anak-anak yang kesemuanya berasal dari beragam etnis dan suku bangsa dari seluruh penjuru dunia; Asia, Eropa, Afrika, Australia dan Timur Tengah.
Inilah lomba lari yang rutin digelar setiap tahun. Setiap peserta, memiliki catatan rekor masing-masing pada perlombaan sebelumnya. Karena itu para atlet selalu mengevaluasi dan melakukan persiapan untuk menghadapi perlombaan berikutnya. Tak hanya persiapan fisik, seperti rutin berolahraga tetapi juga kemantapan mental untuk menghadapi perhelatan “akbar” itu. Tentu harapan peserta lomba lari beradu cepat sama-sama ingin menjadi juara.
Lomba lari seperti digambarkan di atas, sudah banyak kita dengar sebagai analogi ibadah puasa di bulan Ramadhan. Sumua penduduk bumi yang beriman, mereka merupakan peserta yang berburu kemenangan dan kemuliaan Ramadhan. Seruan Allah SWT. “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana telah diwajibkan atas umat sebelum kamu agar kamu bertakwa.” (QS: Al-Baqarah/2: 183).
Dan kini, peserta lomba baru saja memasuki lintasan kilometer satu. Sesaat sebelum perhelatan lomba, umat Islam tentu sudah melakukan persiapan untuk menjadi “champion” Ramadhan. Persiapan dengan latihan dan pemanasan tentu sudah dilakukan. Sebagaimana diajarkan Nabi Muhammad SAW. yakni dengan berpuasa dan menjalankan ibadah sunah lain pada bulan Rajab dan Sya’ban. Hal ini dimaksudkan ketika bertanding agar tidak terjadi “keram” saat menempuh sebulan penuh pada “lintasan” Ramadhan. Begitu juga persiapan mental. Perasaan dan semangat untuk menggapai kemuliaan Ramadhan, juga sudah dipupuk dari dua bulan sebelumnya. Dari Abu Hurairah bahwasannya Rasulullah SAW bersabda: “Barangsiapa melakukan ibadah Ramadhan karena iman dan mengharap ridha-Nya, maka diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.”(Muttafaq Alaihi).
Persiapan mental adalah persiapan iman dan niat. Bahwa dengan iman yang teguhlah tubuh ini akan mampu bergerak melakukan aktifitas ibadah, baik wajib dan sunah. Bahwa dengan niat yang lurus hanya karena Allah SWT, seluruh amal ibadah kita akan diterima dan ditulis di sebelah kanan catatan amal kebaikan, memperoleh balasan dengan kebaikan di hari pembalasan. Dan menyandang gelar “takwa” sebagai puncak kemenangan atas jerih payah dalam melakukan amaliah di bulan Ramadhan.
Lintasan kilometer satu sedang ditempuh saat ini. Masih ada dua puluh sembilan kilometer berikutnya yang akan menanti di bulan yang penuh keberkahan ini. Jangan sia-siakan kesempatan untuk meraih medali emas dan berlian. Kesempatan meraup banyak keuntungan; keberkahan, pengampunan dan “tiket” pembebasan dari api neraka. Karena sejatinya, berpuasa tidak hanya urusan menahan lapar dan dahaga saja, tetapi juga menahan nafsu dan syahwat indera yang lima. Seperti disebutkan Hadits Qudsi: Abu Hurairah r.a, berkata, “Rasulullah SAW bersabda, “Allah berfirman, “Setiap amal anak Adam itu untuknya sendiri selain puasa, sesungguhnya puasa itu untuk-Ku, dan Aku yang membalasnya”. Puasa itu perisai. Apabila ada seseorang di antaramu berpuasa pada suatu hari, maka janganlah berkata kotor. Jika ada seseorang yang mencaci makinya atau memeranginya (mengajaknya bertengkar), maka hendaklah ia mengatakan, “Sesungguhnya saya sedang berpuasa”. Demi Zat yang jiwa Muhammad berada dalam genggaman-Nya, sungguh bau mulut orang yang berpuasa di sisi Allah adalah lebih harum daripada bau kasturi. Bagi orang yang berpuasa ada dua kegembiraan yang dirasakannya. Yaitu, apabila berbuka, ia bergembira; dan apabila ia bertemu dengan Tuhannya, ia bergembira karena puasanya itu.”
Jadikan Ramadhan kali ini, untuk meraih medali sebanyak banyaknya. Tentu medali itu adalah emas bahkan berlian. Berlombalah dengan sportif. Karena yang menjadi juara Ramadhan adalah orang yang menjalankan ibadah puasa dengan benar bukan puasa yang hanya sibuk dengan syarat dan rukunnya serta hal-hal yang berkaitan dengan aspek lahiriah lainnya, tetapi yang juga tidak kalah pentingnya adalah aspek batin dari ibadah puasa. Wallahu a’lam bishawab. (*)
*)Penulis adalah Guru PAI MA Tarbiyatul Islamiyah Rantau Panjang Kabupaten Landak.
Wakil Bendahara Umum MW KAHMI Kalimantan Barat
Comment