by

Pelabuhan Kalbar dalam Sorotan: Risiko Barang Ilegal dan Pungli Meningkat

PONTIANAK, Media Kalbar

Pengamat hukum dan kebijakan publik, Dr. Herman Hofi Munawar, menyoroti pentingnya pengelolaan pelabuhan di Kalimantan Barat (Kalbar), mengingat 80% kebutuhan konsumsi masyarakat Kalbar masuk melalui jalur pelabuhan.

Ia menegaskan bahwa masyarakat Kalbar harus terus memantau jalannya operasional pelabuhan, baik Pelabuhan Dwikora di Pontianak maupun Pelabuhan Kijing di Mempawah, yang berada di bawah otoritas Pelindo.

Menurutnya, selain Terminal Untuk Kepentingan Sendiri (TUKS) dan Terminal Khusus (TARSUS) yang semakin menjamur tanpa pengawasan yang ketat, lemahnya pengendalian terhadap pelabuhan dapat berdampak buruk terhadap distribusi barang.

Hal ini berpotensi menimbulkan gangguan pasokan kebutuhan masyarakat serta masuknya barang ilegal yang dapat merugikan masyarakat. Jumat, 21 Februari 2025

Dr. Herman juga menyoroti peran pemerintah daerah (pemda) yang dinilai kurang peduli terhadap dinamika pelabuhan. Meskipun pengelolaan pelabuhan bukan kewenangan langsung pemda, ia menegaskan bahwa pemda memiliki kepentingan strategis dalam memastikan kelancaran distribusi barang. Oleh karena itu, pemda harus lebih aktif dalam melakukan monitoring guna menjamin tidak adanya gangguan distribusi barang kebutuhan masyarakat serta memastikan pelabuhan bebas dari praktik pungutan liar yang menyebabkan biaya tinggi (high cost).

Salah satu penyebab utama kenaikan harga barang, menurut Dr. Herman, adalah terganggunya mata rantai distribusi akibat buruknya manajemen di pelabuhan. Untuk itu, diperlukan komunikasi yang baik antara semua pemangku kepentingan guna menjamin keamanan, kenyamanan, dan kepastian hukum dalam operasional pelabuhan. Ia juga menekankan pentingnya infrastruktur, regulasi, serta sumber daya manusia yang kompeten dalam menciptakan pelabuhan yang aman dan efisien.

Selain itu, Dr. Herman juga menyinggung perlunya kepastian hukum bagi pelaku usaha transportasi laut, termasuk ekspeditor dan badan usaha pelayaran, agar tidak terjadi biaya tambahan yang tidak semestinya. Ia mengingatkan bahwa penegakan hukum yang tumpang tindih antara aparat penegak hukum (APH) justru akan merugikan pelaku usaha dan masyarakat kecil.

“APH seharusnya menjaga kewenangannya masing-masing dan tidak mencampuri urusan instansi lain. Tumpang tindih dalam penegakan hukum hanya akan menciptakan biaya tinggi yang merusak dinamika bisnis di Kalbar,” tegasnya.

Lebih lanjut, ia menekankan perlunya ketegasan dalam kewenangan penegakan hukum di areal pelabuhan dan perairan. Hal ini mencakup penanganan kecelakaan kapal, tenggelamnya kapal, serta pengawasan terhadap barang ilegal yang memiliki dokumen tidak sah.

Dr. Herman juga menyoroti lemahnya pengawasan terhadap TUKS dan TARSUS di berbagai tempat. Ia menilai Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) Kelas II Pontianak serta instansi terkait belum maksimal dalam melakukan pengawasan dan penertiban terhadap kapal-kapal yang bersandar dan melakukan bongkar muat di terminal-terminal tersebut.

“Pengawasan yang lemah ini bahkan terkesan seperti pembiaran. Aktivitas bongkar muat di TUKS maupun TARSUS yang tidak sesuai ketentuan harus segera ditertibkan,” tutupnya. (*/Amad)

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

News Feed