Pontianak, Media Kalbar
Pemerintah Kota (Pemkot) Pontianak baru-baru ini meluncurkan operasi penertiban terhadap para pedagang yang memanfaatkan fasilitas umum sebagai tempat berjualan di sepanjang jalan,Serayu dengan tujuan meningkatkan keindahan kota dan menciptakan ketertiban.
Meskipun langkah ini mendapat dukungan dalam upaya memperbaiki tata kota,Namun sejumlah pedagan yang sudah puluhan tahun menempati lokasi tersebut untuk menggantungkan hidupnya mengungkapkan kekecewaan terhadap pemerintah
Imran Yusup, seorang warga Tanjung Raya, menjadi satu dari sekian korban penggusuran oleh pemerintah terkait penertiban pedagang kaki lima atau PKL yang telah mendiami jalur hijau selama lebih dari empat puluh tahun.
Imran Kepada Sejumlah awak media Jum’at (15/12/2023) menyatakan ketidakpuasannya terhadap kompensasi yang diterimanya dari pemerintah, hanya sebesar satu juta rupiah, sedangkan bangunan berukuran 4×5 meter tersebut dibangun dengan uang pribadinya.
Imran mengungkapkan bahwa meskipun telah ada sosialisasi sebelum penggusuran, mereka meminta waktu untuk memindahkan barang-barang mereka, namun tidak diberikan kesempatan. “Kami
minta waktu, tetapi tidak diberi kesempatan. Pemerintah meminta kami mengosongkan pada hari Senin dan Pada hari itu juga langsung digusur,”terangnya.
Pada proses pengosongan hanya sebagian barang barang yang berhasil diamankan dan dipindahkan ke tempat lain, namun material bangunan seperti seng dan kayu tidak dapat di pindahkan.
Imran dan sesama pedagang yang terdampak harus dipindahkan ke pasar ikan yang memiliki ukuran lebih kecil, hanya satu meter, padahal mereka menjual pakaian. Situasi ini menimbulkan tantangan baru bagi mereka yang kini berjuang untuk beradaptasi dengan lingkungan baru.
Terkait bangunan yang diduga para pedagang berada di jalur hijau, Ati pemilik bangunan menjelaskan bahwa awalnya tanah tersebut dimiliki oleh Pak Hasan di petak petakan dan digunakan sebagai halaman tempat dagang Dulu kata ati orang lewat jalan siak ,
“Dua Petak tanah milik Pak Hasan sesuai dengan sertifikat satu dijadikan bangunan induk yang menghadap sungai dan yang kedua dijadikan halaman untuk pedagang yang me nyewa kios, “katanya.
Masalah muncul ketika jalur yang biasa digunakan oleh orang untuk lewat ditutup oleh PKL, sehingga mereka beralih melewati halaman Pak Hasan. Setelah pergantian kepemilikan ke Pak Ameng, banyak orang yang kebingungan karena sudah terbiasa melewati halaman tersebut.
Ati menekankan bahwa sesuai dengan sertifikat, halaman tersebut sebenarnya milik Pak Ameng, namun sebelumnya digunakan oleh Pak Hasan untuk pedagang.
Ati menegaskan bahwa tidak ada pelanggaran sertifikat dan kesalahpahaman ini hanya berkaitan dengan perubahan kepemilikan dan penggunaan tanah.
Sementara Ketua Lembaga Anti Korupsi Indonesia (Legatisi) Eddy Ruslan memberikan apresiasi terhadap langkah Pemerintah Kota yang menerbitkan jalur hijau untuk pedagang kaki lima (PKL). Ruslan menyambut positif pembenahan ini, namun menekankan perlunya koordinasi lebih lanjut dalam proses tersebut.
Dalam keterangannya, Eddy Ruslan menyoroti pentingnya pertemuan dan penggantian kerugian bagi pedagang yang terdampak. Ia menekankan bahwa internal pedagang harus difasilitasi dengan baik dan adil.
Eddy Ruslan juga mengungkapkan aspirasi para pedagang terkait kompensasi satu juta yang diberikan oleh pemerintah. Ia menegaskan perlunya klarifikasi mengenai kriteria ganti rugi dan memastikan bahwa proses komunikasi lebih transparan kepada masyarakat.
Terhadap isu pemilik bangunan atau tempat usaha, Eddy Ruslan meminta agar Pemerintah Kota dan pihak terkait menghindari selektifitas dalam penanganan, serta mengajak untuk menyelesaikan masalah secara merata, seperti yang harus dilakukan di Jalan Mahakam.
Eddy Ruslan juga mencatat keluhan terkait tenda yang mengganggu fasilitas umum di sekitar Jalan Mahakam. Ia menyoroti perlunya menemukan keseimbangan antara pembangunan dan kenyamanan masyarakat. (Mk/Ismail)
Comment