Jakarta, Media Kalbar
Ketua Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia (PDSKJI) Diah Setia Utami meminta bakal calon presiden (bacapres) Ganjar Pranowo merancang secara rinci program-program untuk merawat kesehatan mental di kalangan anak muda. Ia setuju problem kesehatan mental dijadikan persoalan prioritas di tingkat nasional.
“Iya, memang ini (kesehatan mental) kan sebelumnya sudah menjadi perhatian yang cukup lama. Cuma memang harus membuat terobosan-terobosan yang berorientasi pada mencegah, terutama untuk pencegahan,” ucap Diah saat dihubungi, Senin (11/9/2023).
Kesehatan mental anak muda belakangan menjadi perhatian sejumlah bacapres. Eks Gubernur Jawa Tengah Ganjar terekam membicarakan hal itu di berbagai kesempatan. Dalam sebuah wawancara yang tayang di Youtube Rhenald Khasali, Ganjar menceritakan pengalamanannya bertemu dengan orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) yang berhasil pulih dan menginisiasi platform mengenai kesehatan mental.
Ganjar merasa kesehatan mental anak muda penting menjadi perhatian pemerintah dan semua pemangku kepentingan. Menurut dia, banyak anak muda yang rentan mengalami stres dan terperosok ke dalam depresi lantaran tekanan di dunia kerja.
“Anak sekarang banyak yang stres. Di Cina, banyak anak muda stres, karena bekerja dengan rumus 9-9-6, berangkat jam 9 pagi dan pulang jam 9 malam selama 6 hari. Maka dari itu mental health penting,” ucap politikus PDI-Perjuangan itu.
Menurut Diah, kesehatan mental merupakan problem yang tergolong kompleks. Pencegahannya harus sedari dini, bahkan ketika anak-anak masih dalam kandungan.
“Kemudian dari kecil dari sekolah dasar itu harus ada tentang penanaman kesehatan jiwa. Guru-guru perlu diberikan perkembangan anak dan bagaimana saat usia kritisnya seorang anak itu sudah mulai,” kata Diah.
Tanpa pengawasan sejak dini, menurut Diah, anak-anak potensial mengidap gangguan kesehatan mental. Jika tak segera diatasi, bukan tak mungkin problem kesehatan mental bisa menjurus pada kekerasan dan tindak kriminal.
“Banyak kasus anak muda yang kesehatan mentalnya terganggu itu jadi begal dan tawuran. Akhirnya, mereka menjadi anak bermasalah hukum (ABH). Tapi, kita perlu tahu tidak semua bisa diselesaikan dengan masalah hukum karena ini terkait masalah psikososial,” ujar Diah.
Lebih jauh, Diah mengatakan program-program untuk menjaga kesehatan mental juga tak bisa sembarangan dibuat. Supaya komprehensif dan menyeluruh, ia menyebut, lembaga dan kementerian perlu menjalin sinergi.
“Persoalan ini kompleks. Semua harus bergerak. Semua kementerian harus ikut terlibat, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Anak. Kementerian Sosial Kementerian Kesehatan dan Kementerian Pendidikan, semestinya mereka buat satu SKB atau pedoman yang sama untuk turunan program di masing-masing instansi,”ucap Diah.
Saat masih menjadi Gubernur Jateng, Ganjar pernah menyatakan ingin menjadikan persoalan kesehatan mental menjadi perhatian pemerintah sacara nasional. Dia berharap layanan untuk merawat kesehatan mental tidak hanya ada di rumah sakit umum, tetapi juga semakin diperbanyak di puskesmas.
Ganjar juga mengklaim telah melakukan beberapa upaya konkret di Jawa Tengah. Salah satunya ialah dengan menolak rumah sakit jiwa beralih fungsi menjadi rumah sakit umum karena alasan kurangnya pendapatan.
“Harus lebih banyak pakar kesehatan mental yang bicara di publik tentang pentingnya masalah ini, dan memperluas akses konseling kesehatan mental di puskesmas,” ujar Ganjar.
Menurut Ganjar, problem kesehatan mental bisa bermuara pada banyak hal, termasuk di antaranya di antara mengancam upaya mencapai Indonesia emas pada 2045. “Karena kita sedang mengalami bonus demografi yang kuncinya ada di generasi muda dan belum tentu terulang lagi,” ucap Ganjar.
Masalah kesehatan mental juga kini menjadi perhatian bacapres dari Koalisi Perubahan untuk Persatuan, Anies Baswedan. Eks Gubernur DKI Jakarta itu juga berencana bikin program untuk membantu anak-anak muda supaya tidak rentan mengalami gangguan mental. (*/amad)
Comment