by

Tanah Warga Diduga Diserobot, Penyidik Polda Kalbar Bersama LBH Herman Hofi Law Turun Ke Lokasi

KUBU RAYA, Media Kalbar

Penyidik Ditreskrimum Polda Kalbar bersama Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Herman Hofi Law turun langsung meninjau lokasi sengketa tanah di Jalan Wonodadi 2 Desa Limbung Kabupaten Kubu Raya, Jumat sore, 18 Juli 2025. Peninjauan ini dilakukan atas laporan dugaan penyerobotan lahan milik Hj. Nursiah dan Sabran yang dikuasai sejak lebih dari dua dekade lalu.

H. Ibrahim suami dari ibu Hj Nursiah, pemilik lahan berdasarkan Surat Pernyataan Tanah (SPT) atas nama istrinya, Hj. Nursiah, menyatakan bahwa dirinya bersama keluarga telah menguasai lahan tersebut selama 21 tahun dan tidak pernah ada yang mengklaim tanahnya tersebut sebelumnya.

Masalah baru muncul pada tahun 2024, ketika tiba-tiba tanah tersebut dipagar oleh pihak lain tanpa ada kejelasan.

“Tanah ini milik istri saya. Sudah 21 tahun kami kuasai, dari awal tidak pernah ada masalah. Baru mulai 2024 muncul persoalan. Tiba-tiba dipagar. Janjinya dulu katanya mau dibayar, dibahas di Balai Desa. Tapi habis itu senyap,” kata H. Ibrahim saat ditemui di lokasi.

Ia juga mengungkapkan bahwa proses mediasi pernah dilakukan di Balai Desa Limbung, dengan kesepakatan harga Rp150 ribu per meter persegi. Namun, tak ada tindak lanjut pembayaran. Yang terjadi justru, lanjutnya, pagar tetap berdiri, dan pihaknya yang merasa dirugikan malah dilaporkan di Polres Kubu Raya.

“Saya heran, tanah kami dipagar, belum dibayar, malah kami yang dilaporkan ke Polres Kubu Raya. Kami minta keadilan, kami tidak terima,” ujarnya.

Direktur LBH Herman Hofi Law, Dr. Herman Hofi Munawar, yang turut mendampingi, menyayangkan tindakan pemagaran sepihak dan proses hukum yang menimpa pemilik sah lahan. Ia menyebut ada indikasi praktik mafia tanah yang memanfaatkan sertifikat yang patut diduga bermasalah.

“Kita berada di atas tanah milik Hj. Nursiah yang sudah dikuasai lebih dari 20 tahun. di Tanami kelapa sawit, karet, dan pondok sudah berdiri sejak lama. Tiba-tiba muncul pihak mengklaim lahan ini dengan dasar sertifikat. Anehnya lagi, bukannya dibayar dulu, malah dipagar dan warga dilaporkan ke polisi,” tutur Dr. Herman Hofi.

Ia menegaskan pentingnya penyidik bekerja secara objektif dan tidak memihak kepada pihak bermodal besar yang diduga mencoba menggusur warga kecil secara sepihak.

“Ini contoh bagaimana rakyat kecil bisa jadi korban kalau mafia tanah dibiarkan. Kita minta penyidik mengusut terbitnya sertifikat ini dan menyita warkah tanah untuk diperiksa keabsahannya,” katanya.

Salah satu saksi bernama Eduart alias pak Edo dari keluarga pemilik tanah atas nama Sabran, juga menyesalkan tindakan sepihak yang dilakukan oleh pihak yang mengklaim tanah. Ia menyebut pernah terjadi upaya mediasi yang difasilitasi oleh Desa Limbung, namun tidak membuahkan hasil.

“Kami sudah 25 tahun tinggal di sini. Jalan ini kami bangun secara swadaya bersama warga. Dulu masih jalan tanah gambut. Sekarang tanah kami diklaim orang lain tanpa kompromi, malah kami yang dilaporkan. Ini sangat tidak adil,” ujar Edo.

Sabran berharap kehadiran penyidik dan LBH di lokasi dapat menjadi langkah awal untuk mengembalikan hak warga yang merasa dirugikan, dan agar proses hukum berjalan jujur dan berpihak kepada kebenaran.

Mereka juga meminta agar Polda Kalbar turun tangan secara menyeluruh untuk menyelidiki indikasi pelanggaran hukum dalam kasus ini, termasuk potensi pemalsuan akta otentik.

“Kami percaya, hukum masih ada di negeri ini. Jangan biarkan rakyat kecil dikorbankan oleh kekuatan uang. Kami hanya ingin hak kami kembali,” pungkasnya. (*/Amad)

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

News Feed