by

Begitu Berpengaruhnya Survei

Oleh: Rosadi Jamani Ketua Satupena Kalbar

Ada sekarung gula. Untuk merasakan gula apakah benar manis atau tidak, tak perlu dimakan sekarung. Cukup sesendok saja. Rasanya pasti manis. Begitu gambaran sederhana sebuah survei. Untuk mengetahui pilihan 270 juta rakyat Indonesia, siapa calon presiden, tak perlu ditanya satu-satu dari Sabang sampai Merauke. Cukup tanya seribu lebih atau dua ribu lebih sebagai sampel secara acak. Itu sudah menggambarkan elektabilitas seorang Capres. Kaum akademisi mengklaim, hasil survei bila metode ilmiahnya dijalankan secara benar, hasilnya tak jauh meleset. Istilah polisi, presisi. Paham ya apa itu survei yang sekarang sangat mendominasi opini di negeri ini.

Sebuah kasus legend, pada Pilpres 2019 lalu, ada capres sujud syukur sambil mencium tanah. Ia mengklaim menang setelah ada lembaga survei lewat quick count menempatkannya sebagai pemenang. Padahal, hitungan KPU belum keluar. Ia merasa yakin menang, karena yang hitung itu bukan ormas ecek-ecek, melainkan lembaga survei yang konon katanya terpercaya. Apa hasilnya, yang sujud syukur itu malah kalah. Foto sujud itu menjadi legenda tak pernah terlupakan sampai saat ini.

Kenapa sampai sujud syukur, karena terlalu percaya pada lembaga survei. Padahal, lembaga survei hanya bisa memprediksi saja, bukan memastikan. Ibarat Irak vs Timnas, Kamis 16 November ini, banyak prediksi anak asuh STY, kalah. Karena fakta-faktanya jelas, ranking saja antara langit dan bumi. Prediksi kalah. Tapi, apakah itu pasti? Tidak. Ada ungkapan berikutnya, bola itu bulat wak. Apapun bisa terjadi di lapangan. Lalu cerita sepakbola pula, hehehe.

Lembaga survei sangat berpengaruh saat ini. Semua media menjadikan lembaga survei sebagai rujukan utama. Debat masalah politik selalu hadir pengamat dari lembaga survei. Ini menandakan, betapa vitalnya lembaga survei terhadap jalannya demokrasi di negeri kekuasaan Jokowi ini.

Saking vitalnya, banyak lembaga survei bermunculan. Sejauh ini ada 40 lembaga survei terdaftar di KPU. Yang terdaftar ya, belum lagi yang main di luar pagar. Dari hasil survei yang dilakukan, hasilnya beda-beda. Ada lembaga survei seperti pro ke Capres A. Ada juga ke Capres B dan C. Ada televisi selalu menampilkan running text, berdasarkan survei (tertentu) perolehan suaranya partai A melebihi 4 persen. Padahal di survei lain, masih di bawah 3 persen. Secara akal sehat, bila metode ilmiahnya dijalankan secara benar, hasilnya sama dong. Kan yang disurvei rakyat Indonesia, bukan rakyat konoha.

Wajar bila setiap muncul hasil survei, muncul ungkapan, “Survei bayaran. Survei abal-abal. Survei pesanan.” Ditanya siapa yang membiayai, sampai sekarang masih misteri. Pasti kesal dong kalau Capresnya malar atau selalu di nomor buncit. Saking kesalnya ada yang dilaporkan ke polisi. Pendukung mana yang tak marah, jagoannya hanya 5 persen elektabilitasnya. Berbeda bila jagoannya selalu di atas. Pasti merasa kemenangan itu sudah di genggaman. Kalau jagoannya diserang muncul bahasa, “Pihak yang suka fitnah itu, panik dan takut kalah.” Semua ungkapan itu respon atas hasil lembaga survei.

Ada juga jagoan yang di survei selalu di bawah, menyatakan kenapa di lapangan selalu ramai. Bahkan, di survei internal malah unggul jauh dari jagoan lain. Apakah ini untuk menghibur diri agar tim relawannya tetap semangat atau benar adanya.

Ada lagi yang lucu. Ada lembaga survei merilis hasil suara parpol. Ada partai suaranya 0 alias kosong. Ini gimana perasaan pengurusnya ya. Untungnya tak lapor polisi. Kalau sudah 0, dalam bahasa Melayu Pontianak, perrak…! Parah bangat. Artinya, tak ada yang memilihnya. Asem benar dah. Tapi, pengurusnya aktif pula di medsos. Kalau suara parpol di atas 4 persen sih pasti bersemangat. Kadang di-share ke banyak grup biar publik tahu suara parpolnya tinggi.

Lembaga survei hanya memprediksi, benar. Sepakat saya. Cuma, tidak bisa juga dijadikan sebuah kepastian. Tetap penentunya adalah pilihan rakyat secara nyata di lapangan. Di lapangan apa saja bisa terjadi. Ya, mirip sepakbola. Yang suaranya selalu di bawah, bisa saja menjadi pemenang. Begitu juga sebaliknya. (*)

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

News Feed