Pontianak, Media Kalbar
Masalah Dugaan Korupsi, Pungli, Retribusi dan ketidaklayakan Rumah Pemotongan Hewan (RPH) Babi Kota Pontianak dilaporkan ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kalimantan Barat.
Laporan tersebut langsung diserahkan oleh Rusliyadi, SH, Pengacara dari Para Warga yang menggunakan jasa Tempat RPH tersebut pada Rabu (12/6) siang.
Rusliyadi menyampaikan laporan tersebut disampaikan agar ditindaklanjuti atau diproses hukum, terutama pejabat Pemerintah Kota Pontianak yang berwenang.
Disampaikan bahwa yang dilaporkan adalah dugaan tindak pidana korupsi, dimana hasil investigasi adanya pungli retribusi oleh seorang dokter, “sementara tupoksi dokter disitu tidak dilakukan, malah sibuk banyak mengurus retribusi. ” Kata Rusliyadi.
Kemudian juga RPH babi tersebut sangat tidak layak dan bisa membahayakan pengguna. “Akses juga dapat membahayakan karena jelek sekali. Kemudian lingkungan juga tidak ada drainase dan tempat pembuangan limbah disitu, ini juga dapat membahayakan kesehatan, dikhawatirkan ada bakteri dan virus berbahaya disitu.” Tuturnya di Kantor Kejati Kalbar kepada awak media usai menyerahkan Laporan.
Rusliyadi menegaskan dengan kondisi RPH tersebut ini ada unsur pembiaran oleh Pemkot Pontianak khususnya Walikota Pontianak. “Dimana satu sisi melalui perda yang dibuat ada kenaikkan Retribusi sementara fasilitas RPH nya memprihatinkan. Kemana dana tersebut?” Ujarnya.
Diungkapkan bahwa Retribusi ataupun pungutan itu mencapai Rp.300 ribu per ekor, “Kita hitung bersama teman-teman pengguna jasa RPH itu mencapai 10 juta rupiah per malam. Kemana uang itu, ini juga kebijakan berdampak terjadi inflasi yang bertentangan dengan atensi Presiden.” Ucapnya.
Rusliyadi berharap adanya penyampaian laporan ke Kejati Kalbar adanya atensi hukum khusus, kemudian fasilitas diperbaiki dan ijin dipermudah.
“Saya juga bersama teman-teman intruksikan agar aktivitas di RPH tersebut dihentikan sampai adanya perbaikan serta Retribusi atau iuran jangan dibayar dulu.” Tegasnya.
Sebelumnya diberitakan bahwa Rumah Pemotongan Hewan (RPH) Babi milik Pemerintah Kota Pontianak yang tidak layak dengan menaikkan Retribusi yang dapat memicu kenaikkan harga jual mengundang pertanyaan publik, kemana dana retribusi masuknya sehingga Pemkot tidak mampu membangun RPH yang layak dan steril.
Salah satu tokoh muda Kota Pontianak yang Juga salah satu Advokat, Rusliyadi, SH menyampaikan kepada awak media antaranya Media Kalbar/ mediakalbarnews.com prihatin melihat kondisi Rumah Pemotongan Hewan (RPH) Babi milik Dinas Pangan Pertanian dan Perikanan (DPPP) Kota Pontianak di Jalan Kebangkitan Nasional, Kecamatan Pontianak Utara. Dimana dirinya juga sudah menngamati juga dari pemberitaan di media dan media sosial terkait hal tersebut
“Anggaran pembangunan kan ada dan pemeliharaan RPH itu patut dipertanyakan, tempat itu sangat tidak layak untuk tempat Pemotongan hewan yang dikonsumsi masyarakat Kota Pontianak.” Kata Rusliyadi di Pontianak, Kamis (6/6).
Menurut nya kondisi RPH yang tidak layak dan ditambah lagi kebijakan menaikkan Retribusi sebesar Rp.80.000,- per ekor yang wajib dibayar sebelum masuk ke RPH sangat tidak sesuai dengan kondisi RPH tersebut, belum lagi hal tersebut memicu inflasi, dimana juga sering disebut Babi pemicu inflasi di Kalbar, ini juga tidak sejalan dengan Atensi Presiden yang meminta kepada Pemerintah Daerah untuk menekan inflasi.
“Jangan sampai menciptakan ketimpangan sosial. Dengan kenaikkan Retribusi yang dikeluarkan oleh Pemkot Pontianak melalui Dinas Pangan Pertanian dan Perikanan Kota Pontianak saya menilai kebijakan itu ingin memicu kenaikan Inflasi.” Tegas Rusliyadi.
Rusliyadi berharap kepada Pemerintah Kota Pontianak untuk meninjau ulang kebijakan yang diatur melalui Perda Nomor 10 Tahun 2023 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Kota Pontianak tersebut.
Melihat kondisi RPH dengan menaikkan Retribusi tersebut, jadi patut mempertanyakan anggaran pembangunan dan dana pemeliharaan aset Pemkot bahkan dengan menaikkan Retribusi tersebut.
“Jangan-jangan ada potensi korupsi maupun pencucian uang. Kemana uang itu larinya?” Pungkasnya. (Amad)
Comment