Pontianak, Media Kalbar
Rumah sakit hendaknya memberikan sanksi tegas terhadap tenaga medis yang lalai dalam memberikan pelayanan terhadapa pasien. Sanksi tersebut sebagai upaya dalam peningkatan mutu pelayanan kesehatan di rumah sakit. Perilaku tenaga medis pada suatu rumah sakit merupakan cermin dari pemimpin rumah saki itu sendiri. Pelayan yang buruk menggambarkan buruknya management rumah sakit yang juga bermakna buruknya leadership rumah sakit. Pemimpin rumah sakit harus mampu menggerakkan semua komponen dalam rumah sakit untuk mewujudkan visi rumah sakit.
Hal tersebut disampaikan oleh Herman Hofi Munawar pemerhati pelayanan publik dan juga seorang praktisi hukum, menanggapi virallnya pemberitaan terkait pelayanan di RSUD Soedarso Pontianak, Sabtu (29/6)
Menurutnya Rumah sakit merupakan instrumen penting untuk mengatasi berbagai masalah kesehatan masyarakat, bertugas melakukan pelayanan kesehatan masyarakat. Menjaga agar masyarakat tetap sehat dan bugar merupakan tugas pemerintah yang diamanahkan konstitusi. Negara berkewajiban untuk menjaga agar warga negaranya tetap sehag dan bugar.
Di dalam institusi rumah sakit, terdapat sejumlah tenaga kesehatan dengan berbagai keahlian yang ditugaskan untuk melakukan pelayanan kesehatan masyarakat dan bertanggung jawab atas segala peristiwa yang terjadi di dalam rumah sakit. Dengan demikian rumah sakit bertanggung jawab penuh atas kelalaian yang dilakukan oleh tenaga medis yang ditunjuk dan ditugaskan dalam melakukan berbagai tindakan medis kepada pasien.
“Tanggung jawab tenaga medis ini tergambar pada Pasal 1366 dan 1367 KUHPerdata.” Tuturnya.
Dijelaskannya bahwa Ketentuan dalam kedua pasal tersebut bersifat umum tidak hanya mengatur kelalaian pihak rumah sakit saja. Dan pengaturan lebih khusus mengenai tanggung jawab hukum rumah sakit telah diatur di dalam UU. No.44 Thn 2009 tentang Rumah Sakit. Pasal 46 menegaskan bahwa rumah sakit bertanggung jawab secara hukum terhadap semua kerugian yang ditimbulkan atas kelalaian tenaga kesehatan di rumah sakit.
Dalam pasal tersebut menerapkan asas corporate liability yang mengharuskan rumah sakit untuk selalu mengawasi dan mengontrol segala bentuk tindakan yang dilakukan oleh bawahannya agar tidak terjadi kelalaian yang mengakibatkan kerugian bagi pasien.
Lalu apa upaya hukum yang dapat dilakukan oleh pasien ataupun keluarga pasien ketika pasien dirugikan? Upaya yang dapat dilakukan dengan cara litigasi maupun nonlitigasi. Keduanya memiliki kelemahan dan kelebihan.
“Kedua cara itu dapat digunakan pasien ataupun keluarga pasien dalam menyelesaikan masalah medis yang terjadi antara dirinya dengan pihak rumah sakit atau tenaga medis.” Jelasnya.
Pada umumnya penyelesaian secara litigasi banyak dipilih oleh pasien ataupun keluarga pasien. Namun seiring dengan berjalannya waktu penyelesaian secara nonlitigasi banyak mendapat perhatian dalam menyelesaikan perkara medis.
Upaya mediasi menjadi suatu alternatif penyelesaian yang cukup bijaksana. Hal ini sebagaimana UU. No. 36 Th 2009 tentang Kesehatan pada Pasal 29 menegaskan, Dalam hal tenaga kesehatan diduga melakukan kelalaian dalam menjalankan profesinya, kelalaian tersebut harus diselesaikan terlebih dahulu melalui mediasi.
“Namun tentu saja kesemuanya itu kembali pada kehendak pasien ataupun keluarga pasien untuk menyelesaikan perkara medis.” Ujarnya
Herman Hofi menegaskan rumah sakit sebagai sarana dalam pelayanan kesehatan seharusnya memberikan pelayanan perorangan secara paripurna kepada masyarakat. Hal ini berdasarkan pada ketentuan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit yang menyatakan bahwa rumah sakit memiliki tugas untuk memberikan pelayanan perorangan secara paripurna kepada masyarakat.
“Pelayanan perorangan secara paripurna kepada masyarakat yang berarti bahwa secara kontekstual yang dimaksud dengan paripurna adalah rumah sakit memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat secara menyeluruh dan lengkap baik itu dalam hal tahapan-tahapan penanganan medis dan juga tenaga medisnya. Apabila terjadi penyimpangan ataupun kelalaian yang dilakukan oleh tenaga medis dalam melakukan tindakan medis kepada pasien di rumah sakit, rumah sakit harus bertanggung jawab atas segala peristiwa yang terjadi di rumah sakit.” Ungkapnya lagi.
Mengingat akan pentingnya hal tersebut hendaknya rumah sakit memberikan sanksi tegas terhadap tenaga medis yang lalai sebagai upaya dalam peningkatan mutu pelayanan kesehatan di rumah sakit.
Pasien yang menjadi korban atas kelalaian tenaga medis dalam melakukan tindakan medis, maka dapat menuntut hak-haknya yang telah dilanggar dan meminta pertanggungjawaban tenaga medis atas kelalaiannya dalam melakukan tindakan medis terhadap dirinya. Hal ini dilakukan sebagai bentuk jaminan perlindungan hukum terhadap dirinya.
“Tujuan lainnya adalah agar tenaga medis tidak lari dari tanggung jawab yang seharusnya ia lakukan sebagai akibat dari perbuatannya.” Pungkas Mantan Anggota DPRD ini. (Amad)
Comment