Jakarta, Media Kalbar
Kepala Badan Lembaga Investigasi Badan Advokasi Penyelamat Aset Negara Republik Indonesia Provinsi Kalimantan Barat menanggapi wacana DPR RI yang akan mengesahkan RUU KUHAP dalam waktu dekat.
Saat dikonfirmasi melalui telefon, Kepala Badan Lembaga Investigasi Badan Advokasi Penyelamat Aset Negara Republik Indonesia Provinsi Kalimantan Barat, Stevanus Febyan Babaro menegaskan pihaknya sangat mendukung sikap-sikap anggota DPR RI terutama Komisi 3 yang memiliki peran utama dalam merumuskan RUU yang telah berusia 44 tahun ini, karena dianggap tidak lagi relevan dengan perkembangan zaman dan kebutuhan penegakan hukum modern, serta untuk menyesuaikan dengan KUHP baru.
“Jadi sebenarnya masyarakat sangat menyambut baik hal ini, DPR sebagaimana fugsinya merancang undang-undang sudah sangat jeli untuk mengatur semua aturan ini se proposional mungkin, berimbang dan tak ada yang berlebihan, segala instrumen penegakan hukum di jaman Pak Prabowo ini benar-benar di restruktur, legislatif dalam hal ini Komisi 3 yang dipimpin oleh Bapak Habiburokhman sangat mengerti permasalahan yang terjadi hari ini dan berupaya mengakomodir visi misi presiden” pungkasnya.
Febyan menambahkan bahwa, isu yang di giring secara liar di berbagai platform haruslah di buat dengan narasi yang berimbang dan komperhensif agar masyrakat mendapatkan literasi yang baik sehingga tidak gagal paham.
“Kita harus berikan literasi yang jelas dulu kepada masyarakat, menegenai isu yang lagi kontroversi ini, jangan kemudian di tapsirkan secara sumir dan digiring terlalu berlebihan seolah-olah jaksa ini mau dilemahkan karna dianggap lagi bersinar akhir-akhir ini, dalam RUU KUHAP ini yang di cabut kewenangan jaksa itu hanya mengenai perannya sebagai Penyidik di kasus korupsi, jaksa tetap bisa menangani kasus korupsi cuma bagiannya pas penuntutan saja, biarkan proses penyelidikan dan penyidikan di handle kepolisisian, diluar KPK ya konteks ini, jadi Polisi Sidik Lidik, Jaksa Penuntutan, Hakim yang Ketok Palu” pungkas Febyan.
Lebih lanjut Febyan menjelaskan bahwa beberapa contoh pasal yang telah membuat instansi kejaksaan sudah sangat jauh keluar dari koridor dan fungsinya sangat bertentangan dengan Undang-undang Dasar.
“Kita harus sepakat tidak ada lembaga yang boleh ABUSE OF POWER dan itu yang terjadi saat ini di instansi Kejaksaan, kita bedah ya pasalnya biar masyarakat tau. Pada Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2021 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia (UU Kejaksaan) Pasal 11 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 30B huruf a, Pasal 35 ayat (1) huruf g dan huruf e yang saat ini juga sedang di UJI di MK oleh beberapa kelompok masyarakat karena bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945. Diantaranya Mengenai:
1.Kewenangan Berlebihan Menduduki Jabatan Diluar Instansi Kejaksaan:
Pasal 11 ayat (1) dan (2) UU Kejaksaan menyatakan, “(1) Jaksa dapat ditugaskan untuk menduduki atau mengisi jabatan: a. di luar instansi Kejaksaan; b. pada perwakilan Republik Indonesia di luar negeri; c. dalam organisasi internasional; d. dalam organisasi profesi internasional; atau e. pada penugasan lainnya. (2) Pelaksanaan tugas Jaksa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilaksanakan dengan rangkap jabatan sepanjang terkait dengan kompetensi dan kewenangan Jaksa.”
2.Kewenangan Berlebihan Dibidang Intelijen:
Pasal 30B huruf a UU Kejaksaan menyatakan, “Dalam bidang intelijen penegakan hukum, Kejaksaan berwenang: a. menyelenggarakan fungsi penyelidikan, pengamanan, dan penggalangan untuk kepentingan penegakan hukum.”
3.Kewenangan Melakukan Intervensi Terhadap Hakim / Pengadilan:
Pasal 35 ayat (1) huruf g dan huruf e UU Kejaksaan menyatakan, “Jaksa Agung mempunyai tugas dan wewenang: e. dapat mengajukan pertimbangan teknis hukum kepada Mahkamah Agung dalam pemeriksaan kasasi dalam lingkup peradilan umum, peradilan tata usaha negara, peradilan agama, dan peradilan militer; g. mengoordinasikan, mengendalikan, dan melakukan penyelidikan, penyidikan, dan Penuntutan tindak pidana yang dilakukan bersama oleh orang yang tunduk pada peradilan umum dan peradilan militer.”
4.Kewenangan dan Kekebalan Hukum Terhadap Jaksa:
Pasal 8 ayat (5) UU Kejaksaan menyatakan, (5) Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, pemanggilan, pemeriksaan, penggeledahan,
penangkapan, dan penahanan terhadap Jaksa hanya dapat dilakukan atas izin Jaksa Agung.
“Untuk itu segera sahkan, sudah sangat baik itu, atau BPK bubarkan saja, gak ada gunanya lagi, jaksa sudah melampaui kewenangannya malah makin kesini seolah mereka lebih jago menghitung kerugian negara, padahal Undang-Undang (UU) Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), sudah sangat jelas mengatur tentang kerugian negara yang boleh menghitung hanya Badan Pengawas Keuangan (BPK) dan fenomena ini sudah sangat masif terjadi diseluruh indonesia” tegas Febyan.
Kontrol Sosial Sebagai Dukungan Masyarakat :
“Kita selalu dukung kejaksaan, karena sudah sejak awal negara ini berdiri kejaksaan bagian dari instrumen penegakan hukum yang tak pernah bisa dipisahkan, namun kita juga sebagai masyarakat harus mengontrol semua lembaga jangan ada satupun lembaga negara yang SUPERBODY menyebabkan ABUSE OF POWER kedepannya, kalau saja kejaksaan bisa memastikan seluruh anggotanya bekerja seusai aturan dan lurus sih gak masalah, kalau kejaksaan bisa memastikan tidak terjadi Peradilan Sesat, tidak tebang pilih dalam setiap perkara yang mereka tangani sih gak masalah, bahkan kita dukung kalau mereka diberikan hak imunitas dan kewenangan sebesar apapun agar POWERFULL, tapi kan kondisinya hari ini tidak begitu” terang Febyan
Lebih lanjut Febyan menambahkan, bahwa dampak sesewenang-wenangan jaksa belakangan ini dirasakan banyak orang dilseluruh negeri, termasuk pihaknya yang bersaksi mengami secara langsung ketika mendampingi suatu kasus UPPKB Siantan di Pontianak, Kalimantan Barat.
“Bahkan kami mengalami sendiri pada salah satu kasus korupsi klien kami, ada oknum Petinggi Jaksa (Ex Kajati, Ex Kajari,dll) yang diduga melakukan pemerasan 2,3 M pada klien kami, tercantum di dalam BAP dan terungkap di muka persidangan bahkan ada bukti video amatir penyerahan uangnya yang diputar di persidangan, bahwa kemudian akhir dari kasus itu putusan terhadap klien kami hakim memutuskan dalam dakwaan subsidair, klien kami bebas dan tidak terbukti bersalah, tidak terbukti menerima aliran uang yang dipersangkakan kepada klien kami, nah terhadap oknum-oknum pejabat jaksa yang terungkap didalam persidangan tersebut sampai hari ini gak di tindak tuh, contoh kasus ini aja kan sudah tidak adil, tidak berimbang dan itu satu contoh dari sekian banyak kasus diseluruh indonesia bahwa suatu dampak nyata mengenai kewenangan yang berlebihan” tambah Febyan.
Kemudian Febyan juga menekankan agar pihak kejaksaan tidak melakukan klaim berlebihan tanpa dasar yang jelas atas perhitungan kerugian negara yang justru malah keluar dari esensi UU Tipikor didalam ketentuannya, hanya untuk gimmick dan framing demi meraih simpati publik.
“Jangan lebay lah untuk mencari perhatian masyarakat, hitunganpun sembarangan nyebut tanpa indikator perhitungan yang jelas, sembarang klaim dengan angka yang fantastis, ya kita maklumi ya masyarakat kita kan miskin literasi, malas untuk mencari info kebenaran yang sesungguhnya, ya jadinya info yang berkembang di media langsung di telen aja bulat-bulat, dan merasa takjub seolah kejaksaan jadi malaikat menyelamatkan kerugian negara 300T padahal semua itu hanya halu”
“Esensi dari kerugian negara dalam UU Tipikor itu kan adalah suatu kerugian yang pasti, aktual, nyata (actual loss), yang telah terjadi bukan yang baru perkiraan, dan baru berpotensi itu asumsi namanya contoh pada kasus klien kami MCO hasil hitungan BPK gak dipake itu mereka menghitung sendiri akhirnya, di kasus Tom Lembong juga begitu, kasus timah Harvey Moeis lebih parah lagi dikatakan kerugian negara sebesar 300 T itu ternyata dihitung oleh Guru Besar Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor (IPB) Bambang Hero Saharjo dengan dalil potensi kerugian Ekologis, yang kemudian kompetensi absolutnyapun perlu di pertanyakan terlebih dahulu, trus apa gunanya BPK, maka bubarkan saja BPK gak ada gunanya lagi.” tutup Febyan. (*/Amad)
Comment