Pontianak, Media Kalbar
“Kami intinya LAKI minta Kejaksaan Tinggi Kalbar transparan untuk menuntaskan kasus BNI 46.”
Hal ini disampaikan Ketua Umum Laskar Anti Korupsi Indonesia (LAKI) H. Burhanuddin Abdullah kepada sejumlah awak media terkait penanganan perkara kasus Perbankan yaitu BNI 46 di Pontianak, Senin (21/11).
“Kalau kita melihat pasal yang disangkakan oleh Kejati itu pasal 2 dan 3 undang-undang Tipikor, dalam undang-undang tersebut jelas ada kerugian negara dan penyalahgunaan kewenangan, dan kasus ini sudah ada hasil perhitungan kerugiannya oleh BPK RI. Tentu ini menjadi acuan dasar hukum kejati untuk menetapkan tersangka dalam perkara ini.” Tutur Burhanuddin.
Dari hasil investigasi dan data yang diperoleh LAKI, bahwa awalnya ada 3 tersangka dan kemudian bertambah 5 orang tersangka sehingga menjadi 8 orang tersangka. “Namun hasil investigasi Laki bukan hanya 8 orang, menurut kita ada pihak-pihak lain yang bertanggungjawab didalam perkara ini yaitu bagian penyelamat kredit, pemimpin SKM dan pemimpin resiko, ketiga itu menurut kami berperan dan bertanggungjawab terhadap perkara korupsi BNI 46 ini.” Terang Burhanuddin.
Dituturkan bahwa hasil investigasi bahwa kasus perkara ini , dimana pertama pada tahun 2016 ada kredit Rp.3 miliar yang didapat saudara W dari BNI 46, kemudian dilanjutkan yang ke-2 tahun 2018 bertambah Rp.9 miliar untuk W mengunakan PT.MGL menjadi Rp.12 Miliar ditambah Rp.9 miliar untuk A mengunakan PT.MAP semuanya Rp.21 miliar, 2 perusahaan tersebut gabungan. Dengan jaminan 1. Bangunan di Jalan Johar, di Purnama dan di Pal 9 yang merupakan perumahan atau properti.
“Kemudian ketiga tahun 2019 disinilah terjadi persoalan hukum, karena ada dua hal, pertama terjadinya pemisahan kredit antara PT.MGL dengan PT.MAP, sehingga ada penurunan kredit oleh MAP, artinya dalam kontruksi hukum W keluar dari MAP sementara W adalah direktur dan komisaris. MGL dan MAP tahun 2018 digabung tahun 2019 dipecah, ini menurut kita indikasi terjadi kekeliruan karena penjanjian induk menyatakan bahwa tidak boleh dipecah tanpa ada pelunasan kredit, jadi belum lunas tidak boleh dipecah.” Tuturnya.
Kemudian yang kedua lanjut Burhanuddin, tahun 2019 W menebus 43 sertifikat dikali Rp.55 juta, hanya kemudian dicairkan lagi kredit 3 kali pencairan yaitu Rp.900 juta kemudian Rp.900 juta. “Karena pencairan ini tidak menguntungkan pihak bank melainkan tetap merugikan, karena seharusnya penebusan 43 setifikat mengurangi kredit, namun ini tidak mengurangi kredit, malah sertifikatnya diambil jaminannya, ditebus namun kemudian dicairkan kredit lagi senilai itu juga.
“Terjadi persoalan hukum tahun 2019, analisis LAKI 2 tersangka perkara ini tidak bisa dilibatkan, karena keduanya keluar dari BNI 46 tahun 2018, sedang kejadiannya 2019.” Tandasnya.
Disampaikan hasil penelusuran LAKI awalnya tersaka 3 orang inisial T, J dan W, kemudian bertambah 5 orang inisial S, A, A, D, dan 1 orang lagi belum tau indentitasnya, Kemudian T dan J mantan pegawai BNI 46, W adalah kreditur, sementara 4 lainnya masih aktif di BNI 46 bahkan ada yang menjabat di Bogor dan Makassar.
Untuk itu Kejati diminta lebih transparan mengungkap penanganan kasus BNI 46, “LAKI mendukung Kejati dalam mengungkap dan menuntaskan kasus ini, yang mungkin jadi perhatian bagi pihak perbankan lainnya agar lebih berhati-hati dalam penyaluran kredit.” Pungkasnya.
Terkait hal ini Mediakalbarnews.com konfirmasi ke Pihak Kejati Kalbar melalui WA Penkum Kejati Kalbar menyampaikan bahwa perkara tersebut masih on progres pengungkapan dan masih dik umum.
Sebelumnya beberapa watu lalu, LAKI juga silaturrahmi dengan Kejati Kalbar yang diterima Adpidsus Kejati Kalbar untuk menyampaikan beberapa hal termasul kasus BNI 46 dan juga dimuat di mediakalbarnews.com . (Amad)
Comment