by

MEGAWATI, JOKOWI, dan AROGANSI POLITIK

*oleh: Benz Jono Hartono

Kata Pembuka

Dalam dunia politik Indonesia, Megawati Soekarnoputri dan Joko Widodo (Jokowi) adalah dua tokoh yang memiliki pengaruh besar. Megawati, sebagai Ketua Umum PDI Perjuangan, dan Jokowi, sebagai Presiden Republik Indonesia, sering kali menjadi sorotan publik. Namun, keberadaan mereka di puncak kekuasaan sering kali diwarnai dengan tuduhan arogansi politik. Artikel ini akan mengeksplorasi bagaimana arogansi politik mungkin muncul dalam hubungan antara Megawati dan Jokowi serta dampaknya terhadap dinamika politik di Indonesia.

Megawati Soekarnoputri: Warisan dan Kekuasaan

Megawati Soekarnoputri, putri dari Presiden pertama Indonesia, Soekarno, memiliki warisan politik yang kuat. Setelah melalui berbagai dinamika politik, Megawati berhasil membawa PDI Perjuangan menjadi salah satu partai terbesar di Indonesia. Kepemimpinannya yang karismatik dan tegas membuatnya dihormati sekaligus ditakuti. Namun, kekuatan besar ini sering kali disertai dengan tuduhan bahwa Megawati menunjukkan sikap arogan dalam berpolitik.

Sikap arogansi ini tampak dalam cara Megawati mengendalikan partai dan pengaruhnya terhadap kebijakan pemerintah. Ia dikenal tidak segan untuk memecat kader partai yang dianggap tidak loyal atau menentang kebijakannya. Kepemimpinannya yang sentralistik sering kali dianggap mengesampingkan prinsip-prinsip demokrasi internal partai, yang seharusnya menjadi dasar dari PDI Perjuangan.

Jokowi: Dari Rakyat untuk Rakyat?

Joko Widodo, yang lebih dikenal sebagai Jokowi, memulai karier politiknya sebagai Walikota Solo sebelum menjadi Gubernur DKI Jakarta dan akhirnya Presiden Indonesia. Jokowi dikenal dengan gaya kepemimpinan yang sederhana dan merakyat. Ia berhasil menarik simpati rakyat dengan kebijakan-kebijakan populis dan pendekatannya yang langsung ke masyarakat.

Namun, seiring waktu, kepemimpinan Jokowi juga tidak luput dari tuduhan arogansi politik. Salah satu contohnya adalah keputusan-keputusan kontroversial yang diambil tanpa konsultasi yang memadai dengan berbagai pihak, seperti pengesahan Undang-Undang Cipta Kerja yang memicu protes massal. Selain itu, penanganan kasus-kasus HAM dan lingkungan hidup sering kali menunjukkan sikap yang cenderung mengabaikan suara rakyat.

*Hubungan Megawati dan Jokowi: Antara Patronase dan Arogansi*
Hubungan antara Megawati dan Jokowi selalu menjadi perhatian publik. Megawati dianggap sebagai mentor politik Jokowi, dan banyak pihak melihat bahwa keberhasilan Jokowi tidak lepas dari dukungan kuat Megawati dan PDI Perjuangan. Namun, dukungan ini sering kali diartikan sebagai bentuk kontrol Megawati terhadap kebijakan pemerintahan Jokowi.

Arogansi politik bisa terlihat dari bagaimana Megawati dan elit partai lain sering kali menunjukkan sikap superior dalam pengambilan keputusan strategis. Jokowi, meskipun memiliki basis dukungan rakyat yang kuat, sering kali harus tunduk pada keinginan Megawati dan partainya. Situasi ini menimbulkan pertanyaan tentang sejauh mana independensi Jokowi sebagai presiden dan sejauh mana pengaruh Megawati dalam pemerintahan.

Dampak Arogansi Politik terhadap Demokrasi

Arogansi politik yang ditunjukkan oleh para pemimpin ini berdampak signifikan terhadap demokrasi di Indonesia. Pertama, hal ini dapat mengurangi kepercayaan publik terhadap proses demokratis dan institusi politik. Ketika keputusan-keputusan penting diambil tanpa partisipasi yang luas atau transparansi, rakyat merasa diabaikan.

Kedua, arogansi politik bisa menyebabkan polarisasi di masyarakat. Pendukung dan penentang pemerintah semakin terpecah, yang dapat memperburuk stabilitas politik. Dalam jangka panjang, hal ini berpotensi melemahkan fondasi demokrasi dan memperkuat otoritarianisme.

Kata Akhir

Megawati Soekarnoputri dan Joko Widodo adalah dua tokoh penting dalam politik Indonesia yang membawa pengaruh besar. Namun, kepemimpinan mereka tidak terlepas dari tuduhan arogansi politik yang dapat mengancam prinsip-prinsip demokrasi. Penting bagi kedua pemimpin ini dan para pemimpin politik lainnya untuk mengedepankan sikap inklusif dan menghargai partisipasi rakyat dalam setiap pengambilan keputusan. Dengan demikian, demokrasi di Indonesia dapat terus berkembang dan menjadi lebih kuat. (*)

*Penulis Praktisi Media Massa REPRESENTATIVE ASPIRASI INDONESIA

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

News Feed