Pontianak, Media Kalbar
NCW Wilayah Kalimantan melaporkan kepada Kapolda Kalbar terkait PT Minamas yang membabat lahan masyarakat sekitar 1.600 Hektare secara ilegal dan berada diluar HGU Perusahaan perkebunan tersebut.
Hal ini disampaikan oleh Ketua NCW Wilayah Kalimantan, Ibrahim MYH, Sabtu (12/4), setelah turun dan investigasi langsung ke lokasi bersama tim NCW dan Masyarakat.

Disampaikan seputar keadaan kegaduhan atas permasalahan Perkebunan Kelapa Sawit PT. MINAMAS babat lahan dan kebun karet serta tanam tumbuh masyarakat berikut sekitar 1.600 Ha di luar HGU (Tanpa Izin) di Desa Pelanjau Jaya, Kecamatan Marau, Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat sebagai berikut :
Ibrahim Myh, Investigator NCW Kalimantan dan ada 1 orang Investigator NCW dari Kabupaten Ketapang beserta 3 orang Investigator NCW Kalimantan Barat berasal dari Kabupaten Landak.
Para Investigator NCW tersebut telah melakukan investigasi langsung di TKP khusus permasalahan Kebun Sawit PT. MINAMAS di Desa Pelanjau Jaya, Kecamatan Marau, Kabupaten Ketapang, Provinsi Kalimantan Barat.
Disampaikan Ibrahim bahwa Para Investigator NCW tersebut sejak awal melakukan investigasi bersama masyarakat setempat ternyata ditemukan ;
Sekitar 1 600 Ha Perkebunan Sawit di luar HGU PT. MINAMAS (Tanpa Izin). Sekitar 1.600 Ha tanpa HGU dan termasuk yang ada ada HGU, kebun dan hutan tanam tumbuh masyarakat beberapa Desa setempat khususnya di Desa Pelanjau Jaya dibabat diduga tanpa kompromi.
Bahwa Lahan sekitar 1.660 Ha tersebut telah disepakati baik dari masyarakat setempat mapun pihak perusahaan dinyatakan Status Quo yang disaksikan oleh Muspika Kecamatan Marau, Kabupaten Ketapang.
Bahwa Permasalahan menimbulkan gejolak setelah terjadi pihak perusahaan memanen TBS di areal kebun sekitar 1.600 Ha yang sementara dinyatakan Status Quo tersebut pihak perusahan PT. MINAMAS diduga ingkar janji dengan cara memanen TBS di areal tersebut dengan cara melanggar kesepakatan diduga melakukan pencurian.
Setelah sebagian warga masyarakat melihat kejadian ada dugaan pihak perusahaan PT. MINAMAS memanen TBS di areal Status Quo tersebut, sebagian warga masyarakat setempatpun ikut – ikut memanen juga.
“Timbul gejolak di masyarakat setelah berselang beberapa waktu pihak Kepolisian dari Polsek Marau, Polres Ketapang melakukan tindakan sepihak melakukan penangkapan terhadap beberapa warga sebanyak 4 orang yang diduga ikut-ikut pihak perusahaan memanen di areal 1.600 Ha yang telah ditentukan status Quo.” Jelas Ibrahim MYH.
Diterangkan bahwa Setelah kejadian penangkapan terhadap 4 orang warga dan 2 buah truk angkutan buah yang ditahan, 2 orang sudah dikeluarkan sisa 2 orang lagi hingga timbul keributan yang berkepanjangan.
Pada hari Kamis tanggal 10 April 2025 Bupati Ketapang menggelar rapat / pertemuan bersama Muspika Kecamatan Marau, Kepala Desa beserta perwakilan Warga Masyarakat Desa Pelanjau Jaya, Kecamatan Marau, Pihak Perusahaan PT MINAMAS, juga dihadiri Kapolsek Marau dan Kapolres Ketapang bertempat di ruang kerja Bupati Ketapang mulai sekitar jam 14.00 Wb berakhir sekitar jam 17.00 Wb lewat.
Pada saat Bupati Ketapang akan menggelar pertemuan tersebut, satu hari sebelumnya sekitar ratusan warga masyarakat Desa Pelanjau Jaya berturunan ke Ketapang bermalam menginap di rumah Betang dengan maksud 2 orang warga dan 2 buah mubil truk warga masyarakat Desa Pelanjau Jaya yang telah di tahan di Mapolres Ketapang agar segera dikeluarkan.
Juga disampaikan Info, ada dugaan permasalahan tersebut akan berkembang yang akan bisa mengganggu KAMTIBMAS yang berkepanjangan di Desa Pelanjau Jaya dan sekitarnya jika hal tersebut tak segera diambil langkah bijak oleh Kapolres Ketapang dalam waktu relatif singkat minimal dua orang dan dua buah truk tersebut segera dikeluarkan.
“Hal ini sudah terjadi, khawatir akan terjadi gejolak yang bisa meluas bagi warga masyarakat pedalaman Kalbar yang intinya warga merasa kehilangan lahan, hutan hak ulayatnya.” ujarnya.
Menurut Ibrahim MYH bahwa Permasalahan utama, ada dugaan pihak BPN, Pemerintah Daerah keliru, bahwa HGU PT. MINAMAS tak boleh mencaplok kebun / hutan / tanam tumbuh dan wilayah pemukiman masyarakat setempat, adalah pelanggaran.
Disampaikan juga ke Kapolda
Kalbar, bahwa yang bertanggung jawab atas permasalahan perkebunan Sawit tersebut adalah Pemerintah Daerah (Bupati dan DPRD) bukan Polisi. Karena yang mengeluarkan Izin Prinsif Kebun Sawit tersebut adalah Bupati dan yang membuat Peraturan Daerah Tentang Perkebunan tersebut adalah Bupati dan DPRD bukan Polisi.
“Oleh karena itu, bilamana ada persengketaan Perusahaan Kebun Sawit dengan Masyarakat Setempat, yang bertanggung jawab menyelesaikannya adalah Bupati dan DPRD.
Bupati selaku Kepala Daerah bisa saja meminta bantuan kepada Polres untuk menetralisir kedua belah pihak yang bersengketa. Oleh karena itu sangatlah tabu jika Pihak Perusahaan dan Polisi bentrok dengan masyarakat.” Pungkas Ibrahim MYH yang getol memperjuangkan hak-hak masyarakat ini.
Diharapkan persoalan ini segera diselesaikan, agar masyarakat bisa kembali memperoleh hak-hak nya, beraktivitas dengan tenang, damai beraktivitas untuk meningkatkan ekonomi kehidupan mereka. (Amad)
Comment