Pontianak, Media Kalbar
Warga Dusun Keramas Desa Keramas, Kecamatan Mandor, Kabupaten Landak mengajukan gugatan terhadap perusahaan sawit PT Satria Multi Sukses (SMS) ke Pengadilan Negeri Landak. Gugatan ini dilayangkan karena PT SMS diduga tidak menjalankan pola kemitraan bagi hasil atas lahan yang telah diserahkan warga kepada perusahaan, sesuai dengan Permentan Nomor 26 Tahun 2007 pasal 11. Aturan tersebut mengharuskan perusahaan membangun kebun untuk masyarakat sekitar paling sedikit 20 persen dari total luas areal kebun yang diusahakan, atau dengan pola 80:20.
“Ini yang dituntut masyarakat,” kata kuasa hukum warga Desa Keramas, Kartius, kepada sejumlah wartawan di kantornya di Pontianak, Rabu, 17 Juli 2024.
Kartius menjelaskan bahwa lahan masyarakat yang digarap perusahaan seluas 43,30 hektar telah diganti rugi tanam tumbuh (GRTT) pada tahun 2009 senilai total Rp 22,732 juta. Dari luas tersebut, lahan plasma yang harus diterima masyarakat seluas 8 hektar lebih.
“Sedikit pun belum pernah masyarakat rasakan dari hasil plasma itu, masyarakat merasa dibohongi,” ujar Kartius dengan kesal.
Dalam gugatan yang diajukan ke Pengadilan Negeri Landak, warga Desa Keramas menuntut ganti rugi sebesar Rp 6 miliar. Nilai ini diambil dari nilai terendah harga lahan plasma. Sebelum melayangkan gugatan, mediasi sempat dilakukan dengan nilai sekitar Rp 2,5 miliar, namun tawaran tersebut ditolak oleh pihak perusahaan.
Masyarakat juga telah melayangkan somasi, tetapi jawaban dari perusahaan menyatakan hasil plasma sudah diserahkan melalui koperasi. Namun, pihak koperasi melalui surat resmi menyatakan belum pernah menerima penyerahan hasil plasma dari PT SMS.
“Koperasi sudah bikin pernyataan, koperasi tidak pernah menerima bagi hasil dari perusahaan. Itu yang pertama. Kemudian yang kedua, koperasi mendukung gugatan ini,” terang Kartius.
PT SMS juga diduga kuat melanggar Perda Nomor 2 Tahun 2018 tentang bagi hasil plasma 70:30. Menurut Kartius, Perda tersebut dibuat oleh Pemerintah Kabupaten Landak untuk meningkatkan kesejahteraan petani plasma, namun sangat disayangkan perusahaan tidak patuh terhadap aturan pemerintah.
“80:20 saja tidak pernah dipenuhi, apalagi 70:30,” tambahnya.
Melihat proses yang telah dilakukan warga selama ini, mantan Kepala BKD Kalbar ini menilai PT SMS sangat tidak memiliki itikad baik terhadap masyarakat pemilik lahan. Bahkan, bukan hanya kliennya yang dirugikan, masyarakat lain juga mengalami perlakuan serupa.
“Bukan hanya kasus ini saja, setelah ini nanti akan ada gugatan-gugatan baru. Hanya saja, masyarakat lain tidak punya keberanian untuk menuntut,” pungkasnya. (Amad)
Comment