PONTIANAK, Media Kalbar
Skandal memalukan mencuat dari balik nama lembaga penyalur tenaga kerja yang selama ini mengklaim “menyediakan jasa kemanusiaan.” Yayasan Bunda yang beroperasi di Jl. Dr. Sutomo No. 55E, Kecamatan Pontianak Kota diduga telah melanggar hukum dengan menahan ijazah asli milik Nanda Kumala Sari (18) mantan Asisten Rumah Tangga (ART) yang sebelumnya ditempatkan melalui yayasan tersebut.
Ironisnya, yayasan yang berdiri di bawah CV. Humanindo Resources ini justru menggunakan ijazah tersebut sebagai alat tekan dan pemerasan, meminta ganti rugi lebih dari Rp5 juta, atau memaksa keluarga korban untuk mencarikan pengganti tenaga kerja baru—semacam barter manusia.
Tiga Bulan Kerja, Ijazah Ditahan
Nanda bekerja selama 3 bulan di rumah salah satu klien yayasan. Namun setelah keluar karena alasan pribadi dan kelelahan mental, ia meminta kembali ijazah SMA-nya yang dititipkan saat awal perekrutan. Alih-alih dikembalikan, pihak Yayasan Bunda justru menyampaikan bahwa Nanda harus membayar “finalti kontrak” sebesar Rp5.000.000 lebih, atau mencarikan sendiri orang baru sebagai pengganti dirinya.
“Kalau tidak bisa bayar atau cari orang pengganti, ya ijazah kami tahan. Bawa saja ke polisi atau wartawan kalau tidak terima!” begitulah ancaman yang dilontarkan oleh oknum yayasan, menurut kesaksian keluarga Nanda.
Praktik ini bukan saja memalukan tapi juga melanggar undang-undang, bahkan menjurus pada tindak pidana yang semestinya diproses secara hukum.
Pemaksaan Pernyataan Dan Teror Psikologis
Yang lebih mencengangkan, Nanda diduga dipaksa menandatangani surat pernyataan bermaterai yang menyatakan dirinya bersedia mencarikan pengganti ART.
Tindakan ini telah menciptakan tekanan psikologis luar biasa kepada Nanda dan keluarganya. Ayah Nanda mengaku sempat mencoba menyelesaikan baik-baik, namun justru dipermalukan.
“Kami datang baik-baik, mereka malah sombong dan menantang kami untuk lapor polisi. Katanya, mereka sudah sering menyerap tenaga kerja dan didukung pemerintah. Ini bukan yayasan kemanusiaan, tapi praktik perbudakan gaya baru,” ujar ayah Nanda dengan mata berkaca-kaca.
Yayasan atau Jaringan Pemerasan Berkedok Penyaluran Tenaga Kerja?
Jika ditelusuri lebih dalam, modus seperti ini bukan hal baru, Di berbagai daerah, praktik penahanan dokumen asli, pemaksaan ganti rugi sepihak, dan pemaksaan untuk mencarikan pengganti telah menjadi strategi licik yang digunakan sejumlah yayasan abal-abal untuk memeras kaum miskin dan tak berdaya.
Namun yang membuat miris, Yayasan Bunda berani melakukan ini di kota besar seperti Pontianak, dengan terang-terangan menantang keluarga korban untuk menempuh jalur hukum, seolah hukum dan keadilan bisa dibeli atau dikesampingkan.
Apakah ini bagian dari jaringan oknum tertentu yang mendapat perlindungan “tak kasat mata”? Mengapa praktik ini bisa berlangsung tanpa pengawasan ketat?
Pelanggaran Undang-Undang Dan Desakan Penindakan Tegas
Praktik Yayasan Bunda secara nyata telah melanggar sejumlah aturan penting:
UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, terutama Pasal 90 tentang larangan pemotongan gaji dan denda sepihak.
UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, karena menahan dokumen penting (ijazah) termasuk pelanggaran hak milik dan hak atas pendidikan.
KUHP Pasal 368 tentang pemerasan dan Pasal 333 tentang perampasan kemerdekaan.
Potensi pelanggaran terhadap UU Perlindungan Anak, mengingat korban masih dalam usia muda (remaja 18 tahun).
Pemerintah Jangan Tutup Mata: Walikota Dan Polda Kalbar Diminta Turun Tangan
Pihak keluarga Nanda secara terbuka meminta Walikota Pontianak dan Polda Kalbar untuk segera melakukan penyelidikan terhadap dugaan pelanggaran hukum ini.
“Jangan sampai Pontianak dikenal sebagai kota yang membiarkan yayasan memperdagangkan manusia dengan cara licik. Kami minta keadilan ditegakkan,” tegas kerabat keluarga korban.
Saat tim media mendatangi orangtuanya Ismail, Nanda kumala sari kini mengalami fisiklogis dan dalam keadaan syok berat. pihak keluarga meminta pertolongan kepada pemerintah kota maupun provinsi terkait hal ini. (*/MK)











Comment