Pontianak, Media Kalbar
Gonjang ganjing terkait dengan pembangunan Mal Living Plaza, sebuah proyek megah yang diharapakan dapat membawa dampak terhadap Pembangunan ekonomi, namun justru menjadi polemik dan bahkan menjadi keresahan warga mengkhawatirkan akan berdampak terhadap lingkungan masyarakat terutana banjir dan limbah yang belum jelas bagaimana bentuk AMDAL nya.
Pembangunan Mal Living Plaza ini diduga belum menganatongi perizinan sebagaimana dipersyaratkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dan yang lebih mengejutkan lagi berdasarkan informasi berbagai media bahwa ketika Kepala Desa nya pun tidak mengetahui ada Pembangunan tersebut wilayah hukum nya.
Namun ditengah polemik tersebut, Bupati Kubu Raya, Sujiwo diduga menyatakan pasang badan untuk keberlanjutan pembangunan mal tersebut. Terhadap hal ini Pengamat kebijakan publik Kalbar, Dr. Herman Hofi Munawar menegaskan agar tidak dilakukan pendekatan kekuasaan, sebaiknya ikuti aturan yang sudah ada, jika belum memenuhi Perijinan lengkap sebaiknya ditunda atau dibatalkan pembangunan tersebut.
Menurut Herman Hofi Munawar bahwa Polemik terkait pembangunan Mal Living Plaza di Sungai Raya Dalam memang menjadi isu yang kompleks, terutama karena melibatkan aspek hukum, lingkungan, dan sosial.
Perspektif Hukum, menurut nya Pembangunan Mal Living Plaza yang diduga belum mengantongi izin lengkap jelas melanggar aturan yang berlaku. Pasal 24 UU No. 28/2002 tentang Bangunan Gedung dan PP No. 16/2021 mewajibkan setiap pembangunan gedung, terutama berskala besar, memiliki Persetujuan Bangunan Gedung (PBG). Tanpa PBG, proyek ini ilegal dan dapat dikenakan sanksi berupa penghentian proyek, pencabutan izin, hingga ancaman pidana.
PP No. 27/2012 tentang Izin Lingkungan dan PP No. 22/2021 mengatur bahwa setiap proyek besar wajib memiliki Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL). Jika benar dokumen AMDAL belum ada, pengembang dapat dikenakan sanksi berat termasuk denda miliaran rupiah atau hukuman penjara sesuai UU No. 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah) juga harus diperhatikan. Jika pembangunan tidak sesuai dengan RTRW, maka pelanggaran ini dapat memperbesar sanksi.
“Jika terbukti pembangunan dilakukan tanpa izin lengkap dan melanggar aturan, pengembang berpotensi menghadapi penghentian proyek, pencabutan izin, denda besar, atau bahkan pidana.” Ujarnya
Isu lingkungan menjadi pokok perhatian utama warga. Pembangunan mal besar seperti ini dapat mengurangi area resapan air, sehingga meningkatkan risiko banjir. Tanpa AMDAL, tidak ada jaminan bahwa pengembang telah mempertimbangkan dampak lingkungan ini.
Warga juga khawatir tentang sistem pengelolaan limbah. Limbah yang tidak dikelola dengan baik berpotensi mencemari lingkungan dan merugikan masyarakat sekitar.
Pemerintah daerah harus memastikan bahwa pengembang memenuhi semua persyaratan AMDAL, termasuk perencanaan sistem drainase dan pengelolaan limbah yang memadai.
Selain itu Ketidaklibatan warga dalam proses pembangunan menjadi masalah besar. Warga merasa diabaikan karena tidak ada sosialisasi atau dialog terkait proyek ini. Hal ini bertentangan dengan prinsip partisipasi masyarakat dalam pembangunan, sebagaimana diatur dalam UU No. 6/2014 tentang Desa.
Fakta bahwa Kepala Desa Sungai Raya Dalam tidak mengetahui pembangunan ini mencerminkan lemahnya koordinasi antara pengembang, pemerintah daerah, dan perangkat desa. Kepala desa seharusnya memiliki peran penting dalam memastikan pembangunan melibatkan masyarakat dan sesuai aturan.
Pemerintah daerah harus segera membuka ruang dialog dengan warga, melibatkan mereka dalam pengambilan keputusan, dan memberikan informasi yang transparan terkait proyek ini.
Herman Hofi Munawar terhadap polemik ini menyampaikan Jika benar pembangunan belum mengantongi izin lengkap, proyek harus dihentikan sementara hingga semua persyaratan terpenuhi.
Pemerintah daerah harus memastikan bahwa pengembang memiliki PBG, AMDAL, dan izin lingkungan lainnya sesuai aturan.
“Pemerintah harus mengedepankan pendekatan partisipatif, mendengar kekhawatiran warga, dan mencari solusi bersama, seperti pembangunan sistem drainase untuk mencegah banjir.” Terangnya.
Polemik Mal Living Plaza adalah cerminan buruknya koordinasi antara pengembang, pemerintah daerah, dan masyarakat. Di tengah janji pembangunan ekonomi, suara warga dan keberlanjutan lingkungan tidak boleh diabaikan. Pemerintah daerah harus bertindak tegas dan bijaksana, memastikan pembangunan dilakukan sesuai aturan hukum dan melibatkan masyarakat. Jika tidak, proyek ini akan menjadi preseden buruk yang merugikan semua pihak, terutama warga yang terdampak langsung.
Belum lagi isu yang berkembang terkait lahan lokasi pembangunan tersebut masih dipertanyakan. (Amad)











Comment