SINTANG, MEDIA KALBAR- Praktisi hukum Erwin Siahaan, S.H. mendesak pemerintah, khususnya Badan Pertanahan Nasional (BPN), untuk segera mengevaluasi Hak Guna Usaha (HGU) yang dimiliki oleh perusahaan perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat. Banyak masyarakat yang telah menggarap tanah secara turun-temurun kini kesulitan mendapatkan sertifikat hak atas tanah mereka karena wilayah tersebut masih tercatat dalam peta HGU perusahaan, meskipun perusahaan tidak pernah menguasainya secara fisik.
Erwin menjelaskan bahwa berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai atas Tanah, pasal 34 mengatur bahwa jika HGU tidak dimanfaatkan sesuai dengan peruntukannya selama tiga tahun berturut-turut, maka hak tersebut bisa dicabut. Dengan demikian, apabila perusahaan tidak mengelola lahan sesuai ketentuan yang diberikan, maka HGU perusahaan bisa dicabut dan dialihkan ke negara.
” Jika perusahaan tidak mengelola tanah dengan baik dan dibiarkan terlantar lebih dari tiga tahun, maka berdasarkan hukum yang berlaku, tanah tersebut seharusnya dapat dievaluasi dan dialihkan untuk kepentingan masyarakat, sesuai dengan Reforma Agraria yang telah digariskan oleh Presiden,” ujar Erwin, Rabu (17/04/25)
Erwin juga mengingatkan bahwa kebijakan Presiden Prabowo Subianto terkait Reforma Agraria yang dituangkan dalam Peraturan Presiden No. 86 Tahun 2018 tentang Reforma Agraria menjadi dasar hukum yang kuat bagi langkah evaluasi HGU yang tidak dimanfaatkan oleh perusahaan. Menurutnya, tanah yang terbukti terlantar dan tidak dikelola dengan benar oleh perusahaan seharusnya dialihkan untuk redistribusi kepada masyarakat yang membutuhkan, sebagai bagian dari pencapaian keadilan sosial dan pengurangan ketimpangan agraria.
“ Reforma agraria adalah bagian dari komitmen pemerintah untuk mengurangi ketimpangan sosial dan memperkuat kesejahteraan rakyat. Tanah yang terbukti tidak dikelola harus dikembalikan untuk kepentingan rakyat, sesuai dengan prinsip reforma agraria yang adil,” tambah Erwin.
Sikap BPN yang harus Diambil,…
Erwin menegaskan bahwa Badan Pertanahan Nasional (BPN) memegang peran kunci dalam menyelesaikan permasalahan agraria ini. Ada beberapa langkah yang harus segera dilakukan oleh BPN:
1. Melakukan verifikasi lapangan untuk memastikan status penggunaan HGU, apakah benar perusahaan tidak menggunakan lahan sesuai ketentuan dan bila terbukti terlantar, HGU harus dievaluasi.
2. Meninjau kembali status HGU yang tidak dimanfaatkan sesuai peruntukannya, berdasarkan ketentuan dalam Pasal 34 Peraturan Pemerintah No. 40 Tahun 1996, yang menyatakan bahwa tanah yang tidak digunakan dapat dicabut dan dialihkan kepada negara.
3. Menyusun dan melaksanakan redistribusi tanah kepada masyarakat yang telah lama menggarap tanah tersebut. Hal ini dapat dilakukan sesuai dengan prinsip Reforma Agraria yang diatur dalam Perpres No. 86 Tahun 2018, yang menyebutkan bahwa tanah terlantar dapat dialihkan untuk redistribusi kepada masyarakat yang membutuhkan.
4. Mempermudah proses sertifikasi tanah bagi masyarakat melalui program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL), tanpa terhalang oleh status HGU perusahaan.
“ BPN harus bertindak cepat dan tegas. Tidak ada alasan bagi tanah yang tidak digunakan untuk terus menjadi milik perusahaan yang tidak mengelolanya. Evaluasi HGU ini menjadi langkah konkret untuk mewujudkan keadilan agraria yang sudah lama dinanti,” jelas Erwin.
Langkah yang Dapat Ditempuh oleh Masyarakat dan Pemerintah Daerah,..
Erwin juga memberikan saran mengenai langkah-langkah yang dapat ditempuh oleh masyarakat dan pemerintah daerah untuk mempercepat penyelesaian masalah ini:
1. Menyampaikan permohonan resmi kepada Kantor Pertanahan Kabupaten Sintang agar segera melakukan evaluasi terhadap HGU perusahaan yang tidak dikelola dengan baik.
2. Melampirkan bukti-bukti penguasaan fisik oleh masyarakat, seperti foto lahan, dokumen sejarah pengelolaan, dan kesaksian warga yang telah lama menggarap tanah tersebut.
3. Mengusulkan tanah yang tidak dimanfaatkan sebagai objek redistribusi reforma agraria, berdasarkan peta indikatif tanah terlantar yang dikeluarkan oleh pemerintah.
4. Bekerja sama dengan Tim Gugus Tugas Reforma Agraria (GTRA) di Tingkat Kabupaten untuk mempercepat proses redistribusi tanah kepada masyarakat yang membutuhkan.
” Pemerintah daerah, BPN, dan masyarakat harus berkolaborasi untuk memastikan bahwa tanah yang terbengkalai bisa dialihkan untuk kesejahteraan rakyat. Keberhasilan reforma agraria hanya bisa tercapai jika ada kerja sama yang baik antara semua pihak,” tambah Erwin.
Erwin juga menambahkan bahwa evaluasi HGU yang tidak dimanfaatkan dengan baik oleh perusahaan sawit harus segera dilakukan untuk menciptakan keadilan agraria. Tanah yang tidak dikelola dan dibiarkan terlantar bisa dialihkan untuk kepentingan sosial masyarakat, sesuai dengan prinsip Reforma Agraria yang telah digariskan oleh pemerintah. ( Martin )
Comment