by

Puasa Media Pembersih Hati

Oleh: Mustafa, S.Ag, M. Pd*)

Saya yakin hampir semua orang yang beriman melaksanakan puasa telah memahami syarat dan rukun ibadah tersebut. Semua umat Islam memahami bahwa tujuan dilaksanakannya ibadah puasa adalah taqwa (QS; 2: 183). Apabila tujuan tercapai maka “lulus”lah ia sebagai manusia yang bertakwa. Manusia yang bertakwa adalah manusia berperilaku penampakan dari amaliah dalam hubungannya dengan Allah SWT, maupun perilaku penampakan dari amaliah dalam hubungannya sesama manusia.

Kemuliaan secara lahiriah tidak lantas menjadi tanda kemuliaan manusia dihadapan Allah, sebab puasa lahiriah harus disertai dengan puasa batiniah, agar diterima oleh Allah. Maksudnya adalah puasa yang disertai niat dari dalam hati, dengan niat yang lurus hanya karena Allah, seluruh amal ibadah akan diterima dan menyandang kemuliaan (takwa), “….sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal” (QS; 49: 13). Dengan demikian amaliah baru akan dilihat mulia di hadapan Allah jika berangkat dari hati yang bersih sebagai cahaya keimanan seseorang. Salah satu ibadah yang bermanfaat untuk membersihkan hati itu adalah puasa.

Puasa tidak hanya sekedar menahan diri untuk tidak makan dan minum mulai terbit fajar sampai terbenam matahari, akan tetapi sesungguhnya lebih kepada mengasah kesucian hati. Takwa sebagai tujuan puasa tidak mungkin tercapai, kalau hati masih “buram” dan “kotor”, masih dendam, iri hati, buruk sangka, banyak “debu” dan “lumut”nya, kalau hati masih gelisah dan bimbang dengan pengaruh egoisme dunia berupa harta, jabatan, dan segala macam pernak perniknya, puasa itu sebatas tidak makan dan minum serta tidak melakukan hubungan seksual pada siang hari. Puasa mereka itu secara syariat sah selama syarat dan rukunnya terpenuhi, tetapi secara hakekat, puasanya kosong belum berpengaruh pada kualitas pencerahan dan penjernih hati.

Seorang ulama tasawuf, Syekh Muhammad Amin al-Kurdi dalam kitabnya Tanwir al-Qulub menyebutkan “Syariat tanpa hakekat adalah kosong. Hakekat tanpa syariat adalah batil”. Sejatinya, hati inilah yang sesungguhnya harus benar-benar dijaga dan dipuasakan. Seorang yang memiliki hati yang sehat (qolbu shahih) tak ubahnya memiliki tubuh yang sehat. Ia akan berfungsi optimal, ia akan mampu memilah dan memilih setiap rencana atas suatu tindakan, sehingga setiap apa yang diperbuatnya benar-benar sudah melalui perhitungan yang tepat berdasarkan hati yang bersih.

Mengapa hati perlu dibersihkan? Karena hati banyak “debu” dan “kotor” (dosa). Terlebih saat ini, banyak manusia melupakan Allah, sibuk dengan urusan dunia dan segala macam pernak perniknya yang justru akan memburamkan hati. Manusia sibuk mengurusi harta dan jabatan. Manusia hanya memikirkan dirinya sendiri, memikirkan bagaimana hidup nyaman dengan fasilitas kemewahan, bergelimang harta kekayaan, menikmati makanan serba enak. Tapi kebanyakan mereka melupakan Allah, mereka tidak berfikir kelak saat mengakhiri sakaratul mautnya dengan hati yang tenang.

Hati inilah yang senantiasa intes berkomunikasi dan berkontemplasi dengan Allah. Sesunggunya jika hati ini selalu berkomunikasi secara aktif dengan Allah yang Maha Suci. Jika hati tidak suci, ditegaskan dalam al-Quran, “… kecuali orang-orang yang datang menghap Allah dengan hati yang bersih” (QS; 26: 89). Kembalilah kepada Tuhan-mu dengan hati puas lagi diridhai-Nya. Maka masuklah kedalam jamaah hamba-hamba-Ku, dan masuklah ke dalam surga-Ku.” (QS; 89: 27-30).

Melalui media puasa inilah qolbu (hati) perlu dibersihkan. Tentu puasa untuk membersihkan hati belumlah cukup, perlu media amaliah lainya seperti; (a) sholat malam termasuk tarawih, witir, tahajjud dan sholat sunnah lainya; (b) berdzikir, misalnya Subhanallah, Alhamdulillah, Allahu Akbar dan La ilaaha illallah serta mengingat nikmat Allah adalah juga termasuk dzikir; (c) mengaji dan mengkaji al-Quran, membaca al-Quran syifa’ (obat penyembuh); (d) berdoa dan memohon kepada Allah; (e) sholawat kepada Rasulullah SAW wujud cinta dan mengharap syafaatnya; (f) menumbuhkan berempati dan peka terhadap kehidupan sosial seperti, menyantuni fakir, miskin, yatim dan yatim piatu. Juga menghilangkan kesombongan dan keangkuhan sebagai penyakit hati; (g) zakat, infak dan sadakah. Dengan mengeluarkan sebagai harta tersebut untuk membersih harta menghilang sifat kikir, pelit dan bakhil sebagai penyakit hati.

Akhirnya, dengan melaksanakan ibadah puasa dengan mengetahui syarat dan rukunnya (lahiriah) serta memahami hal-hal yang berkaitan batiniah puasa. Sehingga kekhawatiran Rasulullah SAW. terhadap kesia-siaan ibadah puasa bagi setiap orang yang telah berpuasa, sebagaimana sabdanya; “Berapa banyak orang yang berpuasa yang tidak mendapatkan apa-apa kecuali lapar dan dahaga saja” (HR. Ibnu Majah no. 1690 dan Syaikh Albaniberkata, “Hasan Shahih”).

Bagaimana dengan kita? Sudahkah menjalani ibadah puasa untuk membersihkan hati, semoga puasa kita semakin berkualitas dan sampai pada tujuan yang diharapkan “agar kamu bertakwa” Aamiin***

*)Penulis: Guru PAI Madrasah Aliyah Tarbiyatul Islamiyah Rantau Panjang Kab. Landak dan Wakil Bendahara Umum MW KAHMI Kalimantan Barat.

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

News Feed