Kubu Raya, Media Kalbar
DPW Lembaga Anti Korupsi Indonesia (Legatisi) Kalimantan Barat bergerak cepat menindaklanjuti dugaan pencurian listrik yang melibatkan SMA Negeri 4 Sungai Kakap, Kabupaten Kubu Raya. Kasus ini telah menjadi sorotan publik setelah ramai diberitakan media.
Pada Jumat (11/7/2025), Ketua DPW Legatisi Kalbar, Edyy Ruslan, bersama sejumlah awak media mendatangi Kantor PT PLN (Persero) Unit Layanan Pelanggan (ULP) Sungai Kakap, guna meminta klarifikasi dan menuntut pengusutan tuntas terhadap praktik ilegal yang ditaksir merugikan negara lebih dari Rp100 juta.
Sekolah yang berlokasi di Desa Kalimas, Kecamatan Sungai Kakap itu diduga mengalirkan listrik secara ilegal tanpa melalui kWh meter resmi milik PLN—praktik yang bukan hanya melanggar hukum, tapi juga mencoreng integritas dunia pendidikan.
Skandal ini mencuat setelah tim PLN melakukan inspeksi lapangan. Dalam wawancara dengan media pada Selasa (1/7/2025), lalu Supervisor Transaksi Energi PLN ULP Kakap, Nova Hidayat, mengakui bahwa pihaknya menemukan sambungan langsung dari kabel PLN ke instalasi listrik sekolah tanpa melewati kWh meter.
“Ada sambungan langsung tanpa kWh meter. Ini jelas pelanggaran dan menyebabkan kerugian,” ungkap Nova saat itu Kepada Awak media.
Namun, ketika dimintai klarifikasi ulang pada Jumat (11/7/2025) di kantor ULP, Nova justru menolak memberi keterangan lebih lanjut dan mengarahkan wartawan ke pihak humas. Padahal sebelumnya, ia bersedia diwawancarai secara terbuka di lokasi sekolah.
Sikap berubah-ubah ini menimbulkan kecurigaan besar, Ketua DPW Legatisi Edyy Ruslan langsung menyikapinya dengan mempertanyakan apakah ada upaya sistematis untuk menutupi kasus ini.
“Awalnya terbuka, sekarang malah bungkam. Ada apa? Jangan-jangan ini bukan sekadar kelalaian teknis, tapi sudah masuk wilayah pembiaran sistematis,” tegas Edyy.
Menurut Edyy, mustahil sekolah bisa menyedot listrik tanpa meteran dalam waktu lama tanpa diketahui siapapun. Ia menduga ada keterlibatan oknum yang selama ini menutup mata atau bahkan turut bermain.
“Pertanyaannya sederhana: siapa yang memberi izin? Siapa yang tutup mata? Apakah hanya sekolah yang tahu, atau ada pihak lain di balik layar?” ujar Edyy.
Legatisi mendesak PLN dan aparat penegak hukum tidak hanya fokus pada pelanggaran teknis, tapi menyelidiki secara menyeluruh untuk membongkar siapa yang mengambil keuntungan dari praktik ini.
Edyy Ruslan juga menyoroti kemungkinan beban tagihan susulan ratusan juta rupiah akan dialihkan ke anggaran sekolah, termasuk Dana BOS (Bantuan Operasional Sekolah).
“Siapa yang akan bayar kerugian itu? Kalau dialihkan ke Dana BOS, berarti siswa yang dikorbankan. Dana BOS bukan untuk menutupi kerugian yang di lakukan oleh Oknum! Itu dana pendidikan, bukan dana tutup lobang pelanggaran,” tegas Edyy geram.
Menurutnya, jika itu terjadi, maka negara telah melegalkan pembebanan dosa kepada anak-anak bangsa yang tidak tahu-menahu.
DPW Legatisi Kalbar menyatakan akan segera melaporkan kasus ini ke aparat penegak hukum, serta mengirim surat resmi kepada Dinas Pendidikan Provinsi Kalbar dan Ombudsman RI, agar tidak ada upaya pembiaran atau pengaburan kasus.
“Ini bukan hanya soal kerugian negara. Ini soal martabat pendidikan dan kejujuran institusi negara. Jangan sampai kasus ini dikubur, karena publik berhak tahu siapa pelakunya,” tutup Edyy Ruslan. (MK/Ismail)









Comment