by

Jual Beli Dokumen Kependudukan, WN Malaysia Dihukum Satu Tahun Penjara

Sambas, Media Kalbar

Terdakwa LKH seorang Warga Negara Malaysia pada hari Senin tanggal 06 Februari 2023 diketahui datang ke Kantor Imigrasi Kelas II TPI Sambas untuk membuat Paspor. Saat Petugas Pengambilan Biometrik melakukan Wawancara terhadap Terdakwa ada mencurigai Terdakwa yang tidak lancar berbahasa Indonesia dan menggunakan bahasa Malaysia.

Hal ini disampaikan Humas Pengadilan Negeri Sambas Hanry Adityo, S.H., M.Kn kepada mediakalbarnews.com (Media Kalbar), Rabu (21/6).

Disampaikan lebih lanjut, Melalui pendalaman informasi diketahui bahwa Terdakwa berhasil masuk ke Wilayah Indonesia melalui jalur tikus / ilegal di Perbatasan Serawak – Indonesia sebanyak 2 (dua) kali yaitu pada bulan Januari tahun 2022 dan tanggal 3 Februari 2023 yang mana selanjutnya Terdakwa mendapatkan dokumen Kependudukan dibantu oleh seseorang yang tidak dikenalnya dan dilampirkan sebagai persyaratan Permohonan Paspor.

Seluruh dokumen yang dimiliki oleh terdakwa berupa KTP dan Akta Kelahiran ternyata diketahui adalah milik BF yang sudah meninggal dunia di Rumah Sakit Soedarso pada tahun 2008 dikarenakan Sakit Kuning dan dimakamkan di Pemakaman Yayasan Abadi di Wajok KM8 Siantan. Terdakwa mengakui telah membeli dokumen Akta Kelahiran, KTP dan lainnya kepada salah satu anggota keluarga dengan memberikan uang sejumlah ± Rp. 2.000.000,- (dua juta rupiah) yang dibayarkan dalam bentuk mata uang ringgit.

Adapun motif Terdakwa yaitu agar bisa menggunakan nama BF seolah-olah masih hidup dan membuat Paspor. Terdakwa berencana akan pergi ke luar negeri untuk menggunakan identitas tersebut. Peristiwa ini akhirnya dapat terungkap berkat kerja sama aktif dari Pihak Keimigrasian dan Dinas Kependudukan Pencatatan Sipil setempat.

“Majelis Hakim pada putusannya menyatakan Terdakwa LKH terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana Memberikan data yang tidak sah atau keterangan yang tidak benar untuk memperoleh Dokumen Perjalanan Republik Indonesia sebagaimana dalam dakwaan tunggal Penuntut Umum dan dihukum pidana penjara selama 1 (satu) tahun dan pidana denda sejumlah Rp.10.000.000,- (sepuluh juta rupiah) dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan selama 3 (tiga) bulan.” Jelas Hanry Adityo, S.H., M.Kn

Dengan peristiwa ini kita dapat belajar bahwa setiap peristiwa hukum penting kependudukan harus dilaporkan kepada instansi terkait, agar tidak disalahgunakan oleh pihak yang tidak berkepentingan. “Bagi masyarakat yang yang memiliki anggota keluarga sudah meninggal namun belum sempat mengurus akta kematian lewat waktu diharapkan agar segera mengurusnya kepada dinas kependuduka terkait.” Pungkasnya. (Amad)

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

News Feed