PONTIANAK, Media Kalbar
Mandeknya proses pembentukan Tenaga Kerja Bongkar Muat (TKBM) Unit Receiving Delivery (RD) di Pelabuhan Pontianak kembali memunculkan polemik. Ketua Koperasi Jasa Pengerah Pekerja Receiving Delivery Kalimantan Barat (KJPP-RD), H. Muhammad Mustaan, akhirnya angkat suara.
Ia membantah keras tudingan yang menyebut dirinya mangkir dalam rapat strategis yang digelar Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) Pontianak pada Jumat, 13 Juni 2025.
“Absennya saya bukan tanpa alasan. Saya sudah menyampaikan ke KSOP via WhatsApp dan menugaskan salah satu pengurus koperasi untuk hadir mewakili. Tapi narasinya dipelintir seolah saya sengaja menghindar,” kata Mustaan, Sabtu, 14 Juni 2025, kepada sejumlah wartawan di halaman kantor LBH Herman Hofi Law, Pontianak.
Rapat yang sedianya membahas mekanisme pemilihan koordinator kerja TKBM Jasa Karya Unit RD itu kembali gagal mencapai titik temu. Mustaan menyayangkan munculnya opini-opini liar yang menuduhnya sebagai aktor penghambat pembentukan unit baru.
Tak hanya itu, Mustaan juga menyoroti sikap LBH Asta Cita GNP 08 yang mengklaim akan melaporkan dugaan praktik mafia dalam pengelolaan tenaga kerja pelabuhan. Ia menyebut kehadiran GNP 08 sebagai pihak luar yang justru memperkeruh suasana.
“Awalnya kami terbuka. Tapi setelah berembuk dengan anggota yang langsung bekerja di lapangan, kami sepakat tidak lagi melibatkan GNP 08,” ujarnya tegas.
Mustaan menegaskan bahwa KJPP-RD konsisten mendorong mekanisme demokratis dalam pemilihan koordinator unit kerja. Ia menolak tegas jika ada upaya penunjukan langsung tanpa pelibatan suara anggota.
“Kami bukan penghambat. Justru sejak awal kami sudah kirim surat resmi ke TKBM pada 2 Juni 2025, menyarankan pemilihan terbuka yang adil dan transparan. Tapi kalau ada yang memaksakan kehendak, kami berhak menolak,” katanya.
Terkait bantuan hukum, Mustaan menyampaikan bahwa koperasi telah menunjuk Herman Hofi Munawar sebagai kuasa hukum resmi. Ia menilai keberadaan bantuan hukum dari pihak luar tidak diperlukan karena struktur internal koperasi dinilai cukup kuat.
“Kami tidak kekurangan pengacara. Yang kami butuhkan adalah ruang demokrasi yang bebas dari tekanan kelompok tertentu,” imbuhnya.
Mustaan pun berharap agar pembentukan Unit RD bisa berjalan dalam suasana musyawarah, bukan tarik-menarik kepentingan. Ia mengingatkan semua pihak untuk kembali ke semangat koperasi: keterbukaan, keadilan, dan partisipasi aktif anggota.
“Jangan sampai pelabuhan ini jadi arena kepentingan kelompok. Semua harus kembali ke marwah koperasi. Kalau mau jujur, biarkan anggota memilih sendiri, bukan ditentukan di meja rapat oleh segelintir pihak,” tutupnya.
Sementara itu, pengamat kepelabuhanan Dr. Herman Hofi Munawar yang juga sebagai kuasa hukumnya menilai bahwa KSOP Pontianak telah bertindak di luar kewenangannya dengan terlibat dalam pembentukan Unit Receiving Delivery (URD). Ia menegaskan, tidak ada dasar hukum yang membenarkan peran aktif KSOP dalam urusan tersebut.
“KSOP adalah regulator, bukan operator. Mereka tidak punya kewenangan membentuk URD. Itu bukan domain mereka,” ujar Herman, saat dikonfirmasi pada hari yang sama.
Herman merujuk pada Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran serta Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2009 tentang Kepelabuhanan. Dalam regulasi itu, tugas KSOP terbatas pada pengawasan dan pengendalian, bukan pelaksana operasional pelabuhan.
“Kalau sampai ikut membentuk unit kerja, itu bisa dikategorikan maladministrasi. KSOP cukup memastikan bahwa operasional pelabuhan sesuai dengan standar keselamatan dan pelayanan, bukan terjun langsung dalam pembentukan unit,” jelasnya.
Menurut Herman, tanggung jawab membentuk dan mengelola URD sepenuhnya berada di tangan Badan Usaha Pelabuhan (BUP) seperti PT Pelindo, yang memegang konsesi pengelolaan pelabuhan dari negara.
“Pelindo yang punya hak dan tanggung jawab atas kelancaran kegiatan bongkar muat, termasuk membentuk unit pelayanan seperti URD. KSOP hanya bisa memberi rekomendasi atau pengawasan teknis,” ujarnya.
Herman menilai, konflik yang saat ini mencuat di Pelabuhan Pontianak mencerminkan adanya tumpang tindih fungsi kelembagaan. Ia mendorong agar semua pihak kembali mengacu pada regulasi yang berlaku agar kepastian hukum bisa ditegakkan.
“Yang kita butuhkan adalah profesionalisme dan kepastian hukum. Kalau lembaga regulator seperti KSOP menjalankan fungsi sesuai porsinya, konflik seperti ini tidak akan terjadi,” pungkasnya. (*/Amad)
Comment