Oleh: Gubrani Sekretaris DPD KNPI Kalbar
Program Makan Bergizi Gratis (MBG) sejatinya lahir untuk menjawab kebutuhan gizi siswa agar lebih sehat, cerdas, dan siap belajar. Namun, di balik itu, ada sejumlah catatan penting yang patut menjadi perhatian publik.
Pertama, setiap sajian MBG harus benar-benar memenuhi standar gizi. Tidak boleh ada kompromi terhadap kualitas makanan karena menyangkut masa depan anak bangsa.
Kedua, pemerintah harus mewajibkan mitra kerja MBG menggunakan bahan pokok lokal seperti beras, sayur, buah, telur, dan sumber protein lainnya. Tujuannya jelas: agar petani dan peternak lokal merasakan dampak ekonomi langsung dari program ini.
Ketiga, para mitra atau pemilik dapur MBG wajib melayani siswa layaknya memberi makan anak sendiri. Artinya, ada tanggung jawab moral di balik setiap piring yang disajikan.
Namun di lapangan, keuntungan besar justru menjadikan MBG ajang rebutan. Satu dapur bisa meraup keuntungan bersih hingga ratusan juta per bulan, membuat banyak pemodal hingga pemangku kepentingan di daerah berlomba-lomba ingin menguasainya.
Untuk mencegah kerusakan makanan, sebaiknya perlu dikaji ulang yang awalnya satu dapur melayani 3000 – 4000 Ompreng nasi dirubah menjadi 1.500 batas maksimal ompreng nasi per hari perdapur. Jangan mitra kerja yang punya dapur hanya mengejar keuntungan saja.akan tetapi yang terpenting substansi dari program ini harus terwujud demi generasi sehat dan berkwalitas
Lebih parah, muncul isu permainan menu antara penyedia (SPPI/SPPG), yang menyajikan makanan seadanya, tanpa memperhatikan gizi. Jika hal ini benar terjadi, siswa jelas menjadi pihak yang paling dirugikan.
Terakhir, peran Badan Gizi Nasional (BGN) sangat krusial. BGN mesti benar-benar melakukan survey kelayakan dapur mitra sesuai SK Nomor 63 Tahun 2025 tentang Juknis Banper. Jika tidak, program ini rawan disalahgunakan dan jauh dari tujuan awalnya.
Program MBG memang penting, tapi publik layak terus mengawalnya agar benar-benar berpihak pada siswa, bukan sekadar menjadi ladang bisnis baru. (*)







Comment