Oleh: Mustafa*
Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, dalam kata sambutannya dalam kegiatan Webinar bertema Perempuan Pemimpin dan Kesetaraan Gender. (Kompas.com, 8/3/2021). Nadiem Makarim memerangkan, saat ini dunia pendidikan masih dibayang-bayangi oleh tiga dosa besar, yakni: (1) Intoleransi; (2) Kekerasan seksual; (3) Bullying (Perundungan).
Ketiga hal tersebut menurut Nadiem Makarim sudah semestinya tidak lagi terjadi di semua jenjang pendidikan yang dialami oleh peserta didik di sekokah. Adapun upaya dilakukan dengan mengeluarkan Permendikbud nomor 82 tahun 2015 tentang pencegahan dan penanggulangan tindak kekerasan di lingkungan satuan pendidikan untuk tingkat PAUD, Dasar dan Menengah. (Kompas.com, 8/3/2021).
Khusus kasus bullying (perundungan) seakan tak kunjung berhenti. Fenomena bullying bagai gunung es. Seperti dilansir suarakalbar.id (06/01/2022), viral seorang anak di bawah umur menjadi korban bullying (perundungan). Mirisnya kasus bully pelakunya empat orang remaja yang diunggah dalam video tersebut.
Sebagaimana disampaikan Kepala Satuan Reserse Kriminal Polresta Pontianak Kompol Indra Asrianto mengatakan; video berdurasi 26 detik itu, memperlihatkan seorang anak perempuan dibully dan direndahkan dengan kata yang tidak pantas. Kejadian itu terjadi di Taman Parit Nanas Kecamatan Pontianak Utara Kota Pontianak Kalimantan Barat.
Kasus bullying terhadap anak secara umum dijerat hukuman yang diatur pada Pasal 80 ayat (1) jo. Pasal 76C UU 35/2014, Undang-Undang Perlindungan Anak. Bagi yang melanggarnya akan dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun 6 (enam) bulan dan/atau denda paling banyak Rp.72 Juta.
Bullying merupakan suatu perilaku negatif berulang yang bermaksud menyebabkan ketidaksenangan atau menyakitkan oleh orang lain, baik satu atau beberapa orang secara langsung terhadap seseorang yang tidak mampu melawannya, (Olweus, 2006).
Menurut American Psychatric Association (APA) (dalam Stein dkk., 2006), bullying adalah perilaku agresif yang dikarakteristikkan dengan tiga kondisi; (1) perilaku negatif yang bertujuan untuk merusak atau membahayakan; (2) perilaku yang diulang selama jangka waktu tertentu; (3) adanya ketidakseimbangan kekuatan atau kekuasaan dari pihak-pihak yang terlibat.
Dengan demikian perilaku bullying adalah suatu perilaku negatif yang dilakukan secara berulang-ulang, dilakukan dengan sadar dan sengaja yang bertujuan untuk menyakiti orang lain secara fisik maupun emosional, dilakukan oleh seorang anak atau kelompok anak dan terdapat ketidakseimbangan kekuatan atau kekuasaan dari pihak-pihak yang terlibat.
Beberapa kondisi tersebut menjadikan korban trauma, cemas, dan sikap-sikap yang membuat tidak nyaman.
Lantas mengapa ada beberapa anak yang melakukan aksi bullying terhadap temannya di sekolah? Karena ada beberapa faktor; pertama, tontonan. Sudah menjadi rahasia umum jika televisi saat ini berisi tontonan yang jauh dari hal yang mendidik. Banyak perilaku bullying dan kekerasan yang dicontohkan di dalam sinetron-sinetron yang ada. Di tambah semakin banyaknya konten-konten bebas yang tersebar di media online seperti YouTube kemudian hasil tontonan itu timbul keinginan untuk ditiru anak.
Bentuk perilaku bully dan kekerasan misalnya, (1) kontak verbal yaitu, mengancam, mempermalukan, merendahkan, mengganggu, memberi nama panggilan atau julukkan (name-calling), sarkasme, merendahkan (putdowns), mencela atau mengejek, mengintimidasi, memaki, menyebarkan gossip. (2) kontak fisik yaitu, memukul, mendorong, menggigit, menjambak, menendang, mencubit, mencakar. (2) kontak non verbal langsung yaitu, melihat dengan sinis, menjulurkan lidah, menampilkan ekspresi muka yang merendahkan, menjahili. (4) kontak non verbal tidak langsung yaitu, mendiamkan seseorang, sengaja mengucilkan atau mengabaikan, mengirim surat kaleng. (Wiyani, 2012).
Kedua, tuntunan ilmu agama. Bullying (perundungan) yang dilakukan pelaku karena mereka sedang melakukan proses pencarian jati diri tanpa mampu mengontrol emosi dan pola pikir mereka. Pencarian jati diri butuh bimbingan ilmu agama. Karena dengan ilmu agama akan mampu memahami hakikat hidup dengan benar. Jika menjauhkan diri tuntunan ilmu agama, jauh dari aturan dan norma agama serta penanaman terutama moral dan akhlak terhadap anak sejak dini.
Ketiga, faktor orangtua. Orangtua merupakan figur model untuk anak-anaknya, sehingga perilaku mereka mudah untuk ditiru. Keluarga merupakan faktor yang penting dalam membentuk pribadi seorang anak dan memengaruhi perkembangan anak selanjutnya. Oleh karena itu, dapat diartikan bahwa kecenderungan orangtua mendidik dengan kasar dapat memberi dampak kepada anak sikap agresifnya.
Orangtua sangat perlu mendampingi anak belajar. Apalagi anak masih jenjang Sekolah Dasar. Harapan yang pasti dari orangtua adalah anaknya supaya dapat berprestasi. Jika ada kesulitan dalam mengerjakan tugas, orangtua bisa membantu. Namun yang lebih penting dari itu adalah untuk mengetahui perkembangan psikis anak. Kedekatan orangtua dengan anak tentu jika anak ada masalah dapat menceritakan pada orangtuanya.
Di sisi lain, orangtua juga tidak berperan dengan baik dalam proses mendidik dan menanamkan nilai-nilai agama pada anak. Selain itu, masalah lingkungan pergaulan anak, orangtua cenderung abai, tidak peduli untuk melakukan pencegahan pergaulan bebas, kekerasan dan bully.
Terjadinya perilaku penyimpang pada anak karena disebabkan tidak ada perhatian dan kasih sayang orangtua dalam keluarga, kemudian ditambah lagi orangtua jarang, bahkan tidak pernah membangun komunikasi serta sistem yang diterapkan dalam kehidupan anak dan jauh akan perhatian kedua orangtua dalam keluarganya. Orangtua sibuk dengan pekerjaannya. Dan anak pun cenderung dan asyik dengan dunianya yang sama sekali tidak mendukung masa depannya.
Keempat, faktor teman sebaya. Faktor teman sebaya dapat menimbulkan pengaruh yang negatif karena adanya penyebaran ide bahwa bullying bukan suatu masalah besar. Bahkan menganggap wajar untuk dilakukan. Hal ini adalah ide yang sangat keliru. Maka dari itu, anak diajarkan penting memilih teman yang baik dalam pergaulan. Maka dalam hal lingkungan bagi anak tempat berintraksi terbagi menjadi dua yaitu lingkungan sekolah dan lingkungan tempat tinggalnya. Namun, seorang anak kadang cenderung meniru gaya-gaya atau temannya yang agresif.
Lazimnya permasalahan yang dialami anak yang masih berada di jenjang Sekolah Dasar. Sering ditemukan masalah anak menangis, tidak mau belajar. Bahkan tidak mau masuk sekolah. Walaupun masuk sekolah tapi tidak mau masuk di ruang kelas. Seolah-olah anak takut atau trauma. Hal ini mengejutkan ketika mendengar infomasi dari anak tersebut dikarena sering diganggu temannya; anak tersebut tidak mau dijadikan temani. Bahkan anak lain pun tidak dibolehkan berteman dengan anak tersebut, diejek, diminta paksa uang jajannya, dipanggil dengan sebutan yang tidak menyenangkan, dicubit, dipukul, bahkan ditendang.
Aksi bullying (perundungan) sering terjadi antara satu siswa dengan siswa yang lainnya. Bisa berawal dari bermain bersama, akhirnya saling ejek mengejek, saling cubit, saling pukul dan seterusnya. Bahkan aksi tersebut konon berlanjut untuk keesokan harinya. Hingga aksi bullying tersebut berakhir dengan mengenaskan. Bahkan tidak sedikit ada terjadi kasus meninggal akibat luka memar di bagian badan dan kepalanya. Sungguh tragis memang kejadian seperti ini. Miris memang jika kejadian ini dilakukan pada anak yang masih diusia Sekolah Dasar dan dengan berani berbuat kekerasan hingga menyebabkan kematian.
Sebagai orangtua teruslah waspada, jika anak curhat atau menceritakan suatu kejadian alangkah bijaknya jika sebagai orangtua crosscek terlebih dahulu kebenaran kejadian tersebut di sekolah. Bahkan mencari solusinya. Sebagai orangtua, jangan langsung emosi dan geregetan jika anak-anak menceritakan kejadian di sekolah dirinya dibully temannya itu. Lalu lantas yang timbul dibenak selaku orangtua tertuju kepada guru, kok bisa terjadi ya? Terus gurunya kemana. Terus gurunya apa diam saja melihat muridnya yang dibully temannya.
Intinya untuk mendidik anak di sekolah, orangtua menyerahkan sepenuhnya kepada guru di sekolah. Guru adalah orangtua kedua yang mengajari ilmu kepada anak-anak. Jika terjadi hal-hal seperti contoh di atas, orangtua mana yang tidak khawatir terhadap anaknya.
Kejadian seperti contoh di atas, menurut penulis biasanya terjadi ketika jam istirahat berlangsung saat guru istirahat di kantor. Atau sebelum jam belajar dimulai, sebelum jam pertama. Atau pada saat anak pulang sekolah. Atau pada saat guru izin tidak bisa hadir karena dinas luar. Atau sebelum kelas tersebut diajar digantikan guru piket. Atau guru yang ditugasi oleh Kepala Sekolah dengan tugas tertentu.
Waktu yang rawan itu, yang biasanya digunakan seorang siswa atau beberapa siswa untuk melakukan aksi bullying (perundungan) terhadap siswa yang menjadi incarannya. Waktu yang rawan itu, guru harus waspada, sekalipun pada jam istirahat. Jangan sampai terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Guru adalah memiliki tanggung jawab penuh terhadap kesehatan dan keselamatan anak pada waktu jam berada di sekolah.
Alangkah indahnya jika di lingkungan sekolah tidak ada aksi membully atau dibully. Anak-anak bermain dengan baik-baik, bahagia dan ceriah tidak terjadi ketersingunggan satu sama lain. Tidak ada perkelahian. Guru senantiasa waspada dan mengontrol siswa di kelasnya. Demikian pula untuk orang tua, jika anaknya mengalami kejadian bullying (perundungan) segera melaporkan ke wali kelasnya. Supaya permasalahan bisa diantisipasi sedini mungkin, sehingga akan hidup dengan baik dan terjaga baik fisik, mental dan pemikirannya. Karena anak-anak atau generasi saat ini adalah aset bangsa yang wajib dijaga. Wallahu A’lam Bish-Shawab.(*)
*Penulis: Guru PAI Madrasah Aliyah Tarbiyatul Islamiyah Rantau Panjang Kabupaten Landak.
Comment