Pontianak, Media Kalbar
Momentum Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) ini hendaknya bukan nya diperingati secara serimonila saja, Setiap Hardiknas sering kali hanya diisi dengan upacara, lomba, atau perayaan simbolis. “tapi harus ada semangat dan tekat dari semua pengambil kebijakan untuk melakukan evaluasi secara komprehensif persoalan pendidikan. harus menjadi momentum untuk mengevaluasi dan mengatasi persoalan krusial pendidikan.” Kata Ketua Umum Borneo Education Care, Dr. Herman Hofi Munawar, Jumat (2/5).
Disampaikannya bahwa, Berbagai masukan atau kritikan dari berbagai pihak jangan dimaknai ketidak senangan terhadap seseorang, Melalui hari pendidikan yang setiap 2 Mei kita ramaikan, harus membuka mata dan fikiran para pengambil kebijakan Bahwa Pendidikan di Kalimantan Barat (Kalbar) menghadapi tantangan serius yang menghambat pemerataan dan kualitas pembelajaran.
“Persoalan paling krusial adalah kekurangan tenaga pendidik dan minimnya infrastruktur pendidikan, terutama di daerah terpencil, terluar, dan tertinggal (3T). Kondisi ini menjadi sorotan utama karena berdampak langsung pada akses dan mutu pendidikan bagi ribuan anak di provinsi seluas 147.307 km² ini.” Ujarnya.
Data Dinas Pendidikan Kalbar menunjukkan defisit signifikan tenaga pendidik, khususnya guru kejuruan di SMK dan guru di wilayah terisolir. Di Kabupaten Sanggau, misalnya, rasio guru-siswa mencapai 1:111, jauh dari ideal, menyebabkan beban kerja guru yang berat dan penurunan kualitas pembelajaran.
Selain itu, lanjut Herman Hofi keterlambatan pembayaran Tunjangan Khusus Guru (TKG) di sejumlah daerah, seperti Melawi yang kekurangan alokasi Rp 6,2 miliar untuk triwulan III dan IV 2024, memperburuk motivasi dan kesejahteraan guru. Minimnya insentif juga membuat banyak guru enggan bertugas di daerah 3T, memperparah kesenjangan pendidikan.
Banyak sekolah di Kalbar, terutama di pedalaman, sudah tidak layak lagi, tanpa fasilitas dasar seperti laboratorium, perpustakaan, atau akses internet. “Wilayah terpencil seperti Kapuas Hulu dan Sintang kesulitan menyediakan komputer untuk pelajaran TIK, menghambat literasi digital siswa. Faktor geografis Kalbar yang luas, ditambah infrastruktur jalan yang terbatas, membuat distribusi sumber daya pendidikan dan akses siswa ke sekolah semakin sulit. Program pembangunan Sekolah Rakyat dan Sekolah Garuda di Kubu Raya, Mempawah, dan Singkawang belum sepenuhnya menjangkau semua daerah terpencil akibat keterbatasan lahan dan anggaran.” Jelasnya.
Krisis ini berdampak pada rendahnya Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kalbar, yang pada 2022 berada di urutan 29 nasional (68,63%), di bawah rata-rata nasional (72,29%). “Angka putus sekolah di daerah terpencil masih tinggi karena jarak, biaya, dan minimnya fasilitas. Pendidikan vokasi juga terhambat akibat kurangnya guru kejuruan dan fasilitas praktik, membuat lulusan SMK sulit bersaing di pasar kerja.” Tandasnya.
Menurut Dr. Herman bahwa Pemerintah Kalbar telah mengalokasikan anggaran untuk rehabilitasi sekolah dan merekrut guru kontrak daerah. Namun, koordinasi dengan pemerintah pusat untuk penyaluran dana tepat waktu dan keterlibatan swasta melalui CSR dinilai perlu diperkuat.
“Tanpa penanganan serius, krisis guru dan infrastruktur ini akan terus menghambat cita-cita Kalbar untuk meningkatkan kualitas pendidikan dan daya saing sumber daya manusia. Langkah strategis dan komitmen jangka panjang menjadi kunci untuk mengatasi persoalan krusial ini.” Pungkasnya. (*/Amad)
Comment