Ketapang, Media Kalbar – Aktivitas tambang emas ilegal (PETI) di wilayah Kecamatan Sandai dan Kecamatan Sayan, Hulu Sungai, kembali mencuat ke permukaan. Temuan investigasi tim media pada Senin, 01 Desember 2025, menunjukkan sedikitnya belasan hingga hampir 20 unit mesin dompeng beroperasi aktif di kawasan Dusun Serinding, Desa/Kelurahan Petai Patah, Kecamatan Sandai—tepat di dekat pemukiman dan lahan perkebunan masyarakat.
Operasi PETI tersebut berlangsung masif, brutal, dan terang-terangan, seolah tanpa rasa takut terhadap hukum. Dari perjalanan darat hanya 20–30 menit dari pusat Sandai, tim langsung menemukan aktivitas pertambangan yang dikelola secara terorganisir.
Berdasarkan hasil investigasi di lapangan, aktivitas PETI tersebut diduga dikendalikan sejumlah pemodal (cukong) lokal, yang dikenal luas di Kecamatan Sandai dan sekitarnya. Mereka antara lain berinisial:
EO (Pasar Sandai), AT (Terap), AN (Pasar Baru), ALG/AY (Simpang 3 Pangan — dikendalikan putranya AT dari Sandai)
Mereka diduga menjadi pemodal utama, pemasok alat, serta penyedia BBM subsidi jenis Bio Solar untuk menggerakkan mesin-mesin PETI.
Aktivitas mereka dikenal lama dan kuat di wilayah Sandai, bahkan diduga seperti kebal hukum.
Seorang pekerja PETI yang ditemui media, dan meminta identitasnya dirahasiakan, mengungkapkan:
“Cukong penampung emas ilegal di Sandai itu banyak sekali. Mereka bukan hanya menampung emas, tapi juga memasok mesin dan peralatan tambang dari Sandai sampai Sayan dan wilayah lainnya.”
Investigasi memperlihatkan dampak kerusakan yang mengkhawatirkan:
1. Kerusakan Sungai & Sedimentasi Berat
Air sungai berubah keruh akibat pengerukan.
Sedimentasi menyebabkan aliran air terganggu, berpotensi memicu banjir musiman.
2. Pencemaran Air dan Tanah
Lumpur limbah tambang masuk ke tanah pertanian masyarakat. Air untuk keperluan rumah tangga mulai tercemar.
3. Hilangnya Ekosistem & Biodiversitas
Flora dan fauna sungai, terutama ikan, terancam punah. Habitat alami rusak secara permanen.
4. Konflik Sosial
Meningkatnya kecemburuan sosial antar warga. Ancaman premanisme dari oknum pengelola tambang ilegal.
5. Penggunaan BBM Subsidi Secara Ilegal
Bio Solar yang harusnya untuk nelayan & petani malah dipakai PETI.
Ini memperburuk kelangkaan BBM bagi masyarakat.
6. Potensi Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU)
Keuntungan emas ilegal biasanya tidak tercatat dan disamarkan lewat pembelian aset.
Menurut Dr. Yulianto Winarno, SH., M.Hum, pakar hukum lingkungan dan pidana Universitas Indonesia:
“Apa yang terjadi di Kecamatan Sandai dan Sayan adalah pelanggaran berlapis:
– Pelanggaran UU Minerba
– Pelanggaran UU Lingkungan Hidup
– TPPU
– Penyalahgunaan BBM bersubsidi
Semua pihak yang terlibat—cukong, operator lapangan, hingga dugaan pembiaran oknum aparat—harus dimintai pertanggungjawaban hukum.”
LANDASAN HUKUM YANG DILANGGAR
1. UU No. 3 Tahun 2020 (Minerba)
Pasal 158:
Setiap orang yang melakukan penambangan tanpa izin diancam penjara 5 tahun dan denda Rp100 miliar.
2. UU No. 32 Tahun 2009 (Lingkungan Hidup)
Pasal 98 & 99:
Perusakan lingkungan secara sengaja dikenai penjara hingga 15 tahun dan denda Rp15 miliar.
3. UU No. 8 Tahun 2010 (TPPU)
Pasal 3–5:
Menyamarkan hasil tindak pidana dapat dikenai penjara 20 tahun dan denda Rp10 miliar.
4. UU Migas No. 22 Tahun 2001 & Perpres No. 191/2014
Pasal 55–56:
Penyalahgunaan BBM subsidi dapat dipidana penjara 6 tahun dan denda Rp60 miliar.
Tim investigasi media meminta Bupati Ketapang, Gubernur Kalimantan Barat, Polda Kalbar, Kejaksaan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Ditjen Minerba, serta BPH Migas untuk:
Melakukan penyidikan mendalam
Menindak cukong-cukong besar
Menyita seluruh alat dan aset tambang ilegal
Menindak tegas oknum aparat yang diduga melakukan pembiaran
Aktivitas PETI di Sandai dan Sayan bukan lagi skala kecil, tetapi telah menjadi operasi besar, terstruktur, dan dibiayai pemodal kuat. Dampaknya menghancurkan lingkungan, merugikan masyarakat, dan jelas merupakan tindak pidana berlapis. (Tim/MK)








Comment