by

Berhasil Tekan Jumlah Pemenjaraan, Indonesia Belajar Pidana Bersyarat dari Belanda

Jakarta, Media Kalbar

Belanda cukup sukses dalam penanganan pelaku pelanggaran melalui penerapan probation service atau pidana bersyarat. Keberhasilan ini terlihat dari menurunnya angka pemenjaraan yang berdampak pada turunnya jumlah hunian di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas). Belajar dari kesuksesan ini, Indonesia menjalin kerja sama dengan Belanda guna mengembangkan restorative justice (keadilan restoratif) di Indonesia.

“Indonesia saat ini sedang berjuang untuk mengoptimalkan penerapan restorative justice dalam penanganan tindak pidana. Kami berharap akan mendapatkan masukan dan pelajaran penting dari Belanda, begitu juga sebaliknya,” tutur Direktur Jenderal Pemasyarakatan (Dirjenpas), Reynhard Silitonga dalam kegiatan Courtesy Call Indonesia-Netherland Legal Update (INLU), Senin (19/9) di Jakarta.

Pada pertemuan bersama delegasi Belanda dari Reclassering Netherland tersebut, Dirjenpas juga menyebut bahwa Indonesia dan Belanda memiliki sistem hukum dengan DNA yang sama. Pasalnya, sistem hukum yang digunakan di Indonesia merupakan produk peninggalan Belanda. Dengan DNA hukum yang serupa, ia berharap kegiatan pertukaran informasi dan berbagi pengalaman dalam pengembangan hukum ini dapat dilakukan lebih efektif.

Ia juga berharap, kerja sama yang terbangun ini dapat membawa manfaat bagi kedua negara. Bagi Indonesia diharapkan dapat berkontribusi untuk meningkatkan kinerja Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia secara umum dan Pemasyarakatan secara khusus.

Sementara itu, Direktur Bimbingan Kemasyarakatan dan Pengentasan Anak, Pujo Harinto berpendapat, tidak semua tindak kejahatan harus berakhir di penjara. Untuk itu, Indonesia tengah mengupayakan penerapan restorative justice bagi pelaku tindak pidana dewasa. Tujuan utamanya bukan untuk menekan jumlah hunian di Lapas dan Rumah Tahanan Negara (Rutan) Indonesia yang memang telah mengalami kelebihan penghuni (overcrowded), melainkan memulihkan hubungan pelaku, korban, keluarga korban, dan masyarakat umum. Adapun pengurangan jumlah hunian menurutnya hanyalah dampak dari perlakuan hukum yang tepat.

Saat ini, jumlah hunian di Lapas Rutan Indonesia sebanyak 276.574 orang dari 132.107 kapasitas yang tersedia. Tingginya jumlah pemidanaan juga meningkatkan jumlah hunian rata-rata sekitar 22.000 per tahunnya.

Menurut Pujo, menyusul keberhasilan Belanda, Indonesia telah menyiapkan beberapa pidana alternatif, di antaranya rehabilitasi, penerapan hukum adat, perdamaian, dan ganti rugi.

Head of International Department Reclassering Netherland, Jochum Wilderman menyambut baik kerja sama ini. Ia berharap kerja sama dapat terus berlanjut tak hanya hingga proyek ini berakhir.

“Semoga kita dapat meneruskan kerja sama dan kedua negara dapat saling belajar. Saya mendukung kerja sama ini 1000%. Pencapaian yang baik tidak dapat dilakukan sendiri melainkan butuh kemitraan dan saya percaya dengan Indonesia,” tutupnya.

Pada courtesy call INLU 2022 ini, Belanda diwakili oleh tim yang terdiri dari Reclassering Netherland, Center for International Legal Cooperation (CILC), Saxion University of Applied Sciences, Restorative Justice Netherland, dan Openbaar Ministerie.

Di akhir pertemuan, Dirjenpas memberikan batik hasil karya narapidana Indonesia kepada seluruh delegasi Belanda sebagai cenderamata. (afn/mk)

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

News Feed