Kubu Raya, Media Kalbar
Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Sepuk Laut, Kecamatan Sungai Kakap, Kabupaten Kubu Raya, menggelar pertemuan klarifikasi antara masyarakat dan PT. Punggur Alam Lestari (PT PAL), Kamis (3/7/2025), terkait polemik belum terealisasinya kebun plasma sejak perusahaan beroperasi di wilayah tersebut. Pertemuan berlangsung di Balai Pertemuan Kantor Desa Sepok Laut, dihadiri berbagai pihak dan tokoh masyarakat.
Hadir dalam forum terbuka itu Kepala Desa Sepok Laut Muhammad Ali, Humas PT PAL Bukran, Ketua DPW Lembaga Anti Korupsi Indonesia Edyy Ruslan, tokoh masyarakat Rustam, Kanit Propam dan Kanit Reskrim Polsek Sungai Kakap, Ketua BPD, Ketua Koperasi, tokoh agama, tokoh pemuda, dan ratusan masyarakat Desa Sepok Laut.
Pertemuan berlangsung dinamis dan cukup alot. Warga secara tegas meminta kompensasi atas keterlambatan realisasi kebun plasma yang mereka nilai telah berlangsung sejak tahun 2014. Sesuai dengan ketentuan Hak Guna Usaha (HGU), masyarakat menuntut hak mereka atas 20 persen lahan plasma.
Kepala Desa Sepuk Laut, Muhammad Ali, menyampaikan bahwa PT PAL telah lebih dari 11 tahun beroperasi namun belum merealisasikan kewajiban plasma sebagaimana mestinya. “Plasma itu kewajiban perusahaan. Masyarakat bukan menolak pembangunan, tapi ingin persoalan lama diselesaikan. Jangan sampai perusahaan hanya ingin membangun sekarang demi menyelamatkan izin tanpa menyelesaikan hak warga sebelumnya,” tegasnya.
Muhammad Ali bahkan meminta agar izin prinsip perusahaan ditinjau ulang dan dibekukan sementara, mengingat banyak warga merasa dirugikan secara ekonomi dan sosial selama bertahun-tahun. “Kalau perusahaan bilang sudah produksi sejak 2022, tapi kami disuruh tunggu terus, kapan hasilnya sampai ke masyarakat?” ujarnya.
Tokoh masyarakat Rustam juga mengkritik keterlambatan tersebut. Ia menegaskan bahwa masyarakat tidak pernah menahan pembangunan plasma, melainkan kecewa karena tidak adanya kejelasan dari perusahaan selama bertahun-tahun. “Selama delapan tahun perusahaan panen, kami tidak mendapat apa-apa. Baru sekarang mereka sibuk bicara soal pembangunan. Kami minta ganti rugi untuk sekitar 800 KK,” ungkap Rustam.
Ia menampik klaim bahwa masyarakat enggan menyerahkan sertifikat. Menurutnya, justru karena tidak ada kejelasan dari perusahaan, sebagian warga akhirnya menjaminkan atau bahkan menjual sertifikat mereka. “Jangan seolah-olah kesalahan di masyarakat. Kami hanya menuntut keadilan sesuai Undang-Undang Perkebunan Pasal 58 Ayat 3 yang mewajibkan pembangunan plasma selesai dalam tiga tahun,” tegasnya.
Menanggapi tuntutan warga, Humas PT Punggur Alam Lestari, Bukran, menjelaskan bahwa perusahaan sejak awal sudah siap membangun plasma, namun terkendala oleh belum terpenuhinya persyaratan teknis.
“Untuk membangun plasma, kami membutuhkan legalitas yang jelas. Banyak sertifikat yang masih belum diserahkan, bahkan ada yang sudah dijaminkan ke bank. Kami tidak bisa membangun tanpa dasar hukum yang sah,” kata Bukran.
Ia menambahkan bahwa perusahaan siap memberikan kompensasi sebesar Rp5 juta untuk setiap Sertifikat Hak Milik (SHM) yang diserahkan. “Tapi kompensasi ini harus dibarengi dengan kesiapan masyarakat menyerahkan sertifikat. Jangan sampai tahun depan muncul lagi tuntutan kompensasi baru,” ujarnya.
Bukran juga menegaskan bahwa PT PAL tidak hanya berkomitmen memberikan 20 persen, tetapi bahkan siap membagi 40 persen dari luas HGU untuk plasma, sepanjang seluruh syarat legalitas dan kemitraan dipenuhi. “Kami ingin membangun plasma bersama. Mari serahkan sertifikatnya, kita bangun, kita bayar kompensasi, dan kita lanjutkan pembangunan sesuai regulasi,” ucapnya.(MK/Ismail)
Comment